Eropa Ambil Peran, Pasukan Multinasional Disiapkan di Ukraina

POJOKNEGERI.COM – Negara-negara Eropa menyatakan kesiapan untuk memimpin pembentukan pasukan multinasional di Ukraina sebagai bagian dari proposal Amerika Serikat guna mendorong tercapainya perjanjian damai antara Rusia dan Ukraina.
Rencana tersebut sebagai bagian dari paket jaminan keamanan baru yang didukung langsung oleh Gedung Putih dan tengah dibahas secara intensif bersama para pemimpin Eropa.
Langkah ini berpotensi menjadi terobosan diplomatik terbesar sejak invasi besar Rusia ke Ukraina pada 2022.
Meski demikian, para pihak mengakui masih terdapat perbedaan mendasar, terutama menyangkut status wilayah Ukraina yang saat ini Rusia duduki
Data dan Fakta Utama
Dalam pernyataan bersama, para pemimpin Inggris, Prancis, Jerman, serta delapan negara Eropa lainnya menyatakan kesediaan membentuk pasukan dari apa yang mereka sebut sebagai “koalisi negara-negara yang bersedia”. Pasukan ini, dengan dukungan Amerika Serikat, untuk menjalankan sejumlah fungsi strategis di Ukraina.
Fungsi tersebut mencakup membantu pemulihan kekuatan militer Ukraina, pengamanan wilayah udara, serta dukungan keamanan laut, termasuk melalui operasi terbatas di dalam wilayah Ukraina. Inisiatif ini juga berkaitan dengan rencana jangka panjang untuk menjaga stabilitas pascagencatan senjata.
Berdasarkan proposal Amerika Serikat-Eropa, Ukraina akan tetap mendapat dukungan untuk mempertahankan kekuatan militernya hingga sekitar 800.000 personel. Amerika Serikat akan memimpin mekanisme pemantauan dan verifikasi gencatan senjata, sementara negara-negara Eropa berkomitmen secara hukum untuk mengambil langkah-langkah pemulihan keamanan apabila terjadi serangan di masa depan.
Selain itu, Uni Eropa menyatakan kembali komitmennya untuk mendukung proses aksesi Ukraina ke dalam blok tersebut sebagai bagian dari kerangka stabilitas jangka panjang.
Dua pejabat Amerika Serikat yang mengetahui jalannya negosiasi menyebut paket tersebut memberikan jaminan keamanan yang mereka gambarkan “setara dengan Pasal Lima NATO”, meskipun Ukraina belum menjadi anggota aliansi militer tersebut.
Pernyataan Resmi Para Pemimpin
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan pembicaraan intensif telah dilakukan dengan berbagai pihak, termasuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Para pemimpin Eropa, NATO, hingga Presiden Rusia Vladimir Putin.
“Kami telah melakukan banyak percakapan dengan Presiden Putin dari Rusia, dan saya pikir kami sekarang lebih dekat daripada sebelumnya,” ujar Trump kepada wartawan di Ruang Oval, Selasa (16/12/2025).
Trump juga mengisyaratkan bahwa Ukraina kemungkinan harus mengalah dalam isu sebagian wilayah Donbas timur sebagai bagian dari kompromi menuju perdamaian. “Yah, mereka sudah kehilangan wilayah itu, jujur saja,” kata Trump.
Sikap tersebut sebelumnya mendapat penolakan dari Presiden Zelensky. Namun, Zelensky mengakui bahwa pembicaraan dengan utusan Trump menunjukkan perkembangan, meskipun masih sulit.
“Dialog mengenai wilayah tersebut sudah cukup memadai, dan saya pikir, terus terang, kita masih memiliki posisi yang berbeda,” ujar Zelensky.
Kanselir Jerman Friedrich Merz menilai proses yang sedang berlangsung sebagai titik terdekat menuju perdamaian sejak dimulainya invasi Rusia pada 2022.
“Apa yang telah Amerika Serikat tawarkan di Berlin dalam hal jaminan hukum dan material benar-benar signifikan,” kata Merz
Di sisi lain, Amerika Serikat menegaskan tidak akan mengirimkan pasukan daratnya ke Ukraina. Peran militer AS disebut terbatas pada dukungan strategis, pengawasan, dan jaminan keamanan tidak langsung.
Rusia, melalui juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, menyatakan pihaknya masih menunggu penjelasan lanjutan dari AS terkait hasil pembicaraan di Berlin. Peskov kembali menegaskan bahwa isu perluasan NATO tetap menjadi salah satu faktor utama konflik.
Analisis Umum dan Tantangan ke Depan
Para pengamat menilai proposal pasukan multinasional ini sebagai upaya kompromi antara tuntutan keamanan Ukraina dan keengganan Amerika Serikat serta NATO. Untuk terlibat langsung dalam konflik bersenjata dengan Rusia. Dengan menempatkan peran utama pada negara-negara Eropa, Washington dinilai berupaya menyeimbangkan komitmen globalnya tanpa meningkatkan eskalasi militer.
Meski disebut bahwa sekitar 90 persen poin negosiasi telah disepakati, sejumlah isu krusial masih menjadi ganjalan. Di antaranya adalah status wilayah pendudukan Rusia. Masa depan pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia, serta pembagian kendali ekonomi di wilayah terdampak konflik.
Isu kedaulatan wilayah tetap menjadi topik paling sensitif, baik secara politik maupun domestik bagi Ukraina. Setiap kompromi terkait wilayah berpotensi memicu perdebatan internal dan memengaruhi legitimasi kesepakatan damai di mata publik Ukraina.
Para pemimpin Eropa menilai bahwa hasil akhir dari rangkaian negosiasi ini akan menentukan arsitektur keamanan Eropa selama beberapa dekade ke depan. Keberhasilan atau kegagalannya tidak hanya berdampak pada Ukraina dan Rusia, tetapi juga pada stabilitas kawasan Eropa secara keseluruhan.
(*)


