Diberitakan sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak menerima permohonan enam perkara gugatan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Majelis hakim MK menyatakan, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut, sehingga permohonan tidak dapat diterima.
"Amar putusan. Mengadili menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan tersebut di Gedung MK yang disiarkan secara daring, Kamis (24/2/2022).
Menurut Mahkamah, persoalan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan berkontestasi dalam pemilu tidak berkolerasi dengan normal Pasal 222 UU 7/2017.
Adapun pasal itu berbunyi "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."
Mahkamah berpendapat, pasal tersebut tidak membatasi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berhak mengikuti pemilu.
Karena itu, Mahkamah menyatakan tidak ada kerugian konstitusional yang dialami para pemohon dengan berlakunya Pasal 222 UU 7/2017.
Selain itu, tidak ada hubungan sebab-akibat norma Pasal 222 UU 7/2017 dengan hak konstitusional pemohon sebagai pemilih dalam pemilu.
Dalam putusan mengenai ambang batas pencalonan presiden ini, empat hakim mengajukan pendapat yang berbeda (dissenting opinion), yaitu Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Saldi Isra.