Tonton Video Langsung Tanpa Membaca Berita
Internasional

Perkuat Daya Gempur F-35, AS Pesan Joint Strike Missile dari Norwegia

POJOKNEGERI.COM – Amerika Serikat kembali memperkuat kemampuan persenjataan jet tempur generasi kelima F-35 dengan menandatangani kontrak produksi Joint Strike Missile (JSM). Pada 12 Desember 2025, Angkatan Udara Amerika Serikat (United States Air Force/USAF) secara resmi memberikan kontrak senilai 240,9 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 4,03 triliun kepada perusahaan pertahanan Norwegia, Kongsberg Defence & Aerospace.

Kontrak tersebut bersifat firm-fixed-price dan didanai dari anggaran pengadaan misil tahun fiskal 2024 dan 2025. Seluruh pekerjaan produksi akan dilakukan di Norwegia dan dijadwalkan rampung pada 30 November 2028.

Kesepakatan ini menandai kelanjutan proses integrasi Joint Strike Missile sebagai senjata utama yang dapat dibawa secara internal oleh jet tempur F-35A. Dengan demikian, karakteristik siluman atau low observable yang menjadi keunggulan utama F-35 tetap dapat dipertahankan saat menjalankan misi tempur.

Dalam pernyataan resminya, USAF menjelaskan bahwa kontrak Lot Two ini tidak hanya mencakup produksi misil siap tempur atau all-up-round, tetapi juga berbagai komponen pendukung. Paket pengadaan meliputi kontainer penyimpanan, perangkat pengujian, serta peralatan pendukung lain yang dibutuhkan untuk operasional dan pemeliharaan sistem senjata tersebut.

Pendekatan ini menunjukkan bahwa pengadaan JSM tidak dilakukan sebagai pembelian senjata semata, melainkan sebagai bagian dari pembangunan ekosistem operasional yang terintegrasi sejak tahap awal. Dengan cara ini, kesiapan operasional dapat dicapai lebih cepat dan berkelanjutan.

Dari sisi pendanaan, USAF mengalokasikan sekitar 137,97 juta dolar AS dari anggaran tahun fiskal 2024 dan 102,93 juta dolar AS dari anggaran 2025. Perencanaan anggaran tersebut mencakup pengadaan hingga 48 unit JSM pada 2024 dan sekitar 50 unit pada 2025. Biaya satuan misil diperkirakan berada di kisaran 3,3 juta dolar AS per unit.

Integrasi ke Jet Tempur F-35A

Joint Strike Missile dikembangkan berdasarkan Naval Strike Missile (NSM) yang lebih dulu dioperasikan oleh Norwegia. Namun, JSM dirancang khusus untuk peluncuran udara dan kompatibel dengan ruang senjata internal F-35. Desain ini memungkinkan F-35 membawa senjata jarak jauh tanpa harus menggantungkan persenjataan di bawah sayap, yang dapat meningkatkan jejak radar.

Secara operasional, JSM dirancang untuk menyerang target di laut maupun di darat. Sistem pemandu misil ini menggabungkan navigasi inersial dan GPS, serta didukung teknologi terrain-referenced navigation. Profil terbangnya dibuat rendah mengikuti kontur medan, sehingga mengurangi kemungkinan terdeteksi oleh radar musuh.

Pada fase terminal, JSM menggunakan imaging infrared seeker untuk meningkatkan kemampuan identifikasi dan diskriminasi target. Selain itu, misil ini dilengkapi two-way datalink yang memungkinkan pembaruan data sasaran di tengah penerbangan. Kemampuan passive radio frequency homing juga memungkinkan JSM memburu target yang memancarkan sinyal radar, termasuk sistem pertahanan udara.

Spesifikasi dan Kapabilitas JSM

Dari sisi spesifikasi, JSM memiliki bobot sekitar 416 kilogram dengan panjang sekitar 4 meter. Hulu ledaknya memiliki berat sekitar 120 kilogram dan dirancang untuk menyerang target bernilai tinggi. Misil ini ditenagai mesin turbofan kecil Williams International F-415, yang memberikan kombinasi efisiensi dan jangkauan operasional.

Jangkauan JSM bervariasi tergantung pada profil terbang yang digunakan. Dalam beberapa konfigurasi, jangkauannya diperkirakan sekitar 185 kilometer, sementara pada profil tertentu dapat melebihi 500 kilometer. Kemampuan ini memungkinkan F-35A melakukan serangan stand-off dari jarak aman, tanpa harus menembus wilayah pertahanan udara yang padat.

Kontrak Lot Two juga mengunci jadwal integrasi dan pengujian JSM ke dalam program modernisasi F-35A. Uji pengembangan direncanakan selesai pada September 2025, diikuti uji operasional yang dijadwalkan dimulai pada Mei 2026. Pengiriman awal misil dari lini produksi tahun fiskal 2024 diproyeksikan dimulai pada Mei 2026, sementara pengiriman dari lini 2025 direncanakan sekitar Maret 2027.

Dalam perencanaan jangka menengah, program ini diproyeksikan menghasilkan sekitar 204 unit JSM, mendekati target inventori awal sebanyak 240 unit. Namun, jumlah akhir masih dapat berubah mengikuti skema buy-to-budget serta negosiasi harga lanjutan antara pemerintah Amerika Serikat dan pihak produsen.

Di luar nilai kontrak, kesepakatan ini mencerminkan prioritas strategis Amerika Serikat dalam memperkuat kemampuan serangan presisi jarak jauh. F-35 merupakan tulang punggung kekuatan udara AS dan sejumlah negara sekutu, sehingga peningkatan kemampuan senjatanya memiliki dampak luas terhadap postur pertahanan kolektif.

Dengan integrasi Joint Strike Missile, F-35A memperoleh fleksibilitas lebih besar dalam menghadapi lingkungan operasi yang semakin kompleks. Kombinasi antara kemampuan siluman, jangkauan serangan, dan presisi dinilai menjadi elemen kunci dalam menghadapi sistem pertahanan udara modern.

Langkah ini sekaligus menunjukkan bagaimana Amerika Serikat terus mengembangkan kemampuan militernya melalui kerja sama industri pertahanan internasional. Dalam konteks persaingan kekuatan global, investasi pada sistem senjata berteknologi tinggi seperti JSM menjadi bagian dari upaya menjaga keunggulan strategis hingga akhir dekade mendatang.

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button