Hukum

KPK Geledah Rumah Dinas Plt Gubernur Riau

POJOKNEGERI.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan langkah penegakan hukum di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

Pada Senin (16/12/2025), tim penyidik lembaga antirasuah itu menggeledah rumah dinas Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau, SF Hariyanto. Ini sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan adanya kegiatan tersebut. Ia menjelaskan bahwa penggeledahan untuk mencari dan mengamankan berbagai dokumen maupun barang bukti elektronik yang berkaitan dengan perkara yang KPK sedang tangani

“Benar, tim sedang melakukan giat penggeledahan di rumah dinas SFH, Plt Gubernur Riau,” kata, Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin (16/12/2025).

Penggeledahan berkaitan dengan penyidikan perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi. Kasus itu terjadi di lingkungan Pemprov Riau.

“Penggeledahan ini terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau,” jelas dia.

Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Riau Abdul Wahid pada awal November. Korupsi yang menjerat Abdul Wahid ini berkaitan dengan permintaan fee oleh Abdul Wahid terhadap bawahannya di UPT Dinas PUPR Riau.

Fee tersebut terkait penambahan anggaran 2025 yang di alokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP dari awalnya Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.

Penetapan Tersangka

KPK menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan.

Abdul Wahid memeras para bawahannya di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau.

Penetapan ini KPK umumkan dalam konferensi pers yang berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Rabu (5/11/2025).

“KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.

Dua tersangka lainnya Kadis PUPR Riau M Arief Setiawan serta Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M Nursalam.

Tanak mengatakan kasus ini berawal pertemuan antara Sekdis PUPR Riau Ferry Yunanda dengan enam kepala UPT wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP pada Mei 2025.

Saat itu, menurut KPK, Ferry dan para kepala UPT membahas pemberian fee kepada Abdul Wahid sebesar 2,5 persen. Fee itu terkait penambahan anggaran pada UPT Jalan dan Jembatan wilayah I-VI Dinas PUPR Riau dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.

Setelah itu, Ferry melaporkan hasil pertemuan ke Kadis PUPR Riau Arief. Namun, kata Tanak, Arief yang merepresentasikan Abdul Wahid meminta fee 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar.

Singkat cerita, para pejabat di PUPR Riau itu menjalankan permintaan itu. KPK menduga sudah ada Rp 4 miliar yang diserahkan dari total permintaan Rp 7 miliar. KPK menyebut ada ancaman pencopotan bagi pejabat yang tak mematuhi permintaan itu.

Atas perbuatannya, para tersangka terjerat pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B UU Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK Lakukan OTTT

Sebelumnya KPK melakukan OTT terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid pada Senin malam, 3 November 2025, di sebuah kafe di wilayah Riau, setelah Abdul Wahid sempat dikejar oleh tim penindakan KPK.

Penangkapan Abdul Wahid bersama sembilan orang lainnya yang terdiri dari pejabat Dinas PUPR Provinsi Riau dan pihak swasta.

Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, OTT ini merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan atas dugaan korupsi yang melibatkan penganggaran proyek infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau.

“Kepala daerah atau Gubernur diamankan bersama Kepala Dinas PUPR. Sekretaris Dinas, lima Kepala UPT, dan dua pihak swasta yang merupakan tenaga ahli atau orang kepercayaan Gubernur,” ujar

(*)

Back to top button