Kaltim memiliki kewenangan dan diatur dalam konstitusi dan kewenangan undang-undang kedaerahan.
"Harus ada relasi dengan kewenanagan daerah. Jangan sampai ada tumpang tindih kewenangan. Harus ada korelasi," paparnya.
Sementara itu, Herdiansyah Hamzah, juga merupakan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, turut menyampaikan pandangannya.
Castro sapaan akrabnya menyinggung soal pendanaan pembangunan IKN di Sepaku, Penajam Paser Utara.
"Pasal 24 ayat (1) RUU IKN, pemindahan dan pembangunan IKN di Kaltim, bersumber dari APBN dan atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," terang Herdiansyah Hamzah.
Bersasarkan RUU IKN, kebutuhan dana pemindahan dan pembangunan ibu kota negara sebesar Rp466 triliun.
10 persen dari APBN, dan sisanya berasal dari investasi, membangun tolal wilayah IKN 256.142 hektare. Terdiri dari 56.180 hektare kawasan inti IKN dan 199.962 hektare kawasan pengembangan IKN.
"Penjelasan Pasal 24 ayat (1) RUU IKN, sumber lain yang dimaksud antara lain pemanfaatan Barang Milik Negara, penggunaan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha; dan keikutsertaan pihak lain," lanjutnya.
Keikutsertaan pihak lain termasuk diantaranya penugasan badan usaha milik negara, penguatan peran badan hukum milik negara, dan kontribusi swasta, menjadi pertanyaan berbagai pihak termasuk Fakultas Hukum Unmul.
"Ketiadaan deklarasi pembatasan presentase kontribusi swasta dalam RUU IKN, membuka ruang state capture oleh oligarki intenasional," katanya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)