Salah satunya dengan memerintahkan bawahannya menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk memberikan sejumlah uang.
"Yang apabila ingin dinyatakan lulus, dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas,"kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers KPK.
Tambah kesal kan?
Aduh, pusing kepalaku memikirkan dia.
Penulis jadi berandai-andai, bagaimana sang rektor bisa meyakinkan para ortu untuk memberikan uangnya. Besarannya itu loh, ratusan juta.
Para ortu ini, bisa dibilang, mereka juga jadi korban. Terlepas, dari mereka yang jadi pemberi.
Mereka korban yang memiliki uang banyak.
Memiliki uang banyak, ortu-ortu ini sudah pasti juga berpendidikan. Punya background edukasi yang bisa saja melewati Strata 1, atau bisa juga sampai level S2.
Meyakinkan orang dengan level pendidikan Strata 1 itu tidak mudah. Perlu trust, kompetensi, dan tentu saja jejak karir dan pendidikan yang, ehm, minimal setara.
Kan agak aneh, jika seorang penjual es krim bisa menipu manajer perusahaan yang berpendidikan S1. Itu agak susah.
Mungkin saja, Karomani dengan santai kenakan celana jeans biru dan sweater hitam polos ala Steve Jobs, sambil berujar:
"Tenang saja, bapak ibu. Anak Anda pasti bisa masuk ke Unila. Kalau lulus nanti juga akan dibantu dicarikan kerja. Di perusahaan-perusahaan besar. Ini karena link-link perusahaan kami banyak. Uang segitu akan balik cepat, ditambah anak-anak bapak-ibu nanti bisa kerja di perusahaan ternama. Kalau sudah begitu, bapak sama ibu sudah pasti bangga," mungkin begitu kali ya, cara marketingnya Karomani.
Atau bisa saja dia mengikuti gaya Elon Musk.
Mengenakan jas hitam rapi, berbicara pelan, nada santai tetapi yakin.
"Saat ini, sudah banyak sekali yang mempercayakan anak didiknya pada kami. Keputusan mau dan tidak, itu tetap saja di tangan bapak atau ibu. Jadi saya tanya lagi, mau ikut bergabung untuk membangun masa depan anak Anda atau tidak? Ingat orang tua itu punya tanggung jawab loh," mungkin itu katanya.
Mungkin juga dengan gaya-gaya Gus Samsudin.
"Ya, kita lihat. Kita lihat ada apa di sini. Kalau bapak ibu pernah pergi ke gunung," ujarnya sambil menggerakkan tangan kanan seperti meraba sesuatu.
"Okelah pak, saya yakin," ujar seorang ibu dengan nada pelan tapi menggembirakan.
(Obrolan di atas itu cuma bayangan penulis saja)
Dari keterangan KPK, Karomani ini punya kuasa.