"Pemilih yang setuju kepada pasangan calon tunggal, maka dipersilahkan untuk mencoblos kolom berisi gambar dan nama pasangan calon tunggal. Sebaliknya, apabila pemilih tidak setuju kepada pasangan calon tunggal dipersilahkan untuk mencoblos kotak kosong dalam hal ini kolom kosong disamping kolom yang berisi gambar dan nama pasangan calon tunggal," lanjut Rudiansyah.
Oleh karenanya, dalam gelaran Pilkada yang menghadirkan calon tunggal,
penyelenggara dituntut untuk dapat melaksanakan sosialisasi yang luas dan seimbang atas makna pilihan yang disediakan didalam kertas suara kepada masyarakat pemilih.
Pria yang pernah menjabat di Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Provinsi Kalimantan Timur Periode 2014-2019 itu menyebut Pilkada dengan Pasangan Calon Tunggal ini seperti Pilkada rasa Referendum, yang memiliki konsekuensi, apabila suara sah pasangan calon tunggal lebih banyak/unggul dari kotak kosong walaupun hanya 1 (satu) suara dari total suara sah pengguna hak pilih, maka pasangan calon tersebut ditetapkan menjadi pasangan calon kepala daerah terpilih untuk periode selanjutnya.
Sebaliknya apabila suara sah kotak kosong mengungguli pasangan calon tunggal, maka gelaran Pilkada akan diulang kembali, dengan seluruh tahapanya secara utuh.
"Untuk itu, agar nilai demokrasi tetap terjaga dan dalam rangka juga menjawab dan membuktikan kebenaran atas tingkat dan ragam kritisi, kekecewaan dan atau sebaliknya apresiasi terhadap hadirnya pasangan calon tunggal, maka justru tingkat partisipasi pengguna hak pilih harus tinggi," pungkasnya.
Oleh karenanya Rudiansyah mengajak seluruh masyarakat untuk tetap memberikan hak suaranya dalam gelaran pesta demokrasi 2024 di Benua Etam
"Agar gelaran Pilkada yang yang memakan uang rakyat sangat besar ini tetap mampu menghadirkan pendapat mayoritas masyarakat dan bisa menjadi pelajaran dan pengalaman yang cukup berarti bagi semua pihak," tandasnya.
(*)