POJOKNEGERI.COM - Hiruk-pikuk pesta demokrasi kian terasa menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Di Kalimantan Timur (Kaltim), Pilkada 2024 di bawah bayang-bayang fenomena calon tunggal atau kotak kosong.
Bagaimana tidak, gerilya politik pasangan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud dan Seno Aji hingga saat ini sudah merangkul sebagian besar partai politik.
Pasangan Rudy Mas'ud - Seno Aji sudah mengantongi dukungan 44 kursi dari 7 parpol yakni PPP (2 kursi), Golkar (15 kursi), PAN (4 kursi), PKB (6 kursi), Gerindra (10 kursi), Nasdem (3 kursi) dan PKS (4 kursi) untuk maju di Pilkada Kaltim 2024.
Saat ini tinggal menyisakan 11 Kursi dari dua partai politik yakni PDIP (9 kursi) dan Demokrat (3 kursi) yang masih belum menyatakan dukungan terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Kaltim 2024.
Jika salah satu atau kedua Partai Politik tersisa tersebut bergabung dengan koalisi besar yang telah ada maka peluang hadirnya pasangan calon lainnya pada Pilgub Kaltim 2024 menjadi tertutup apabila fenomena tersebut menjadi realitas politik sampai masa pendaftaran pasangan calon kepala daerah pada tanggal 27-29 Agustus 2024.
Merespon fenomena ini, Ketua KPU Provinsi Kalimantan Timur Periode 2019-2024, Rudiansyah menyatakan fenomena kotak kosong akan menyajikan hambarnya persaingan dalam gelaran pesta demokrasi.
"Apabila putusan KPU Provinsi Kalimantan Timur nantinya menetapkan hanya 1 (satu) pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur memenuhi syarat pencalonan dan syarat calon, maka Pilkada untuk Tingkat Provinsi Kalimantan Timur hanya menghadirkan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Tunggal. Pasangan calon Tunggal hanya berkontestasi melawan kolom kosong atau familiar disebut kotak kosong. Sebuah kontestasi yang hambar dari sisi persaingan, namun bukan berarti keluar sepenuhnya dari makna demokrasi," ujarnya.
Ia mengakui, potensi kotak kosong di Pilgub Kaltim 2024 ini menjadi sorotan banyak pihak, tak sedikit yang melayangkan kritikan bahwa ini merupakan kegagalan partai politik dalam melakukan kaderisasi internal untuk melahirkan kualifikasi pemimpin yang layak jual (berkualitas), kegagalan dalam menjaga substansi demokrasi, semakin kuatnya budaya transaksional, semakin kuatnya cengkeraman oligarki dan argumentasi kritis lainnya.