Dalam rangka komunikasi dan meningkatkan keselamatan pelayaran, Indonesia telah membentuk mekanisme Maritime Safety Information (MSI) untuk memenuhi kebutuhan penyampaian informasi mengenai navigasi dan keselamatan pelayaran, yang berbasis pada mekanisme sistem penyiaran dan optimalisasi e-navigasi melalui sistem aplikasi terpadu yang dikelola oleh Maritime Coordination Centre (MCC).
“Mekanisme ini didukung juga oleh implementasi sistem pelaporan kapal/Ship Reporting System (SRS) di Perairan Indonesia, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional dan internasional, untuk meningkatkan efisiensi navigasi, keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim,” kata Budi.
Selain itu, Indonesia juga telah berhasil meningkatkan fungsi dan kapasitas sarana, prasarana, peralatan navigasi seperti GMDSS, AIS, VTS, dan Aids to Navigation serta sistem pengaturan rute kapal yang ditetapkan pada wilayah penting dan kritis di perairan Indonesia guna menjamin keselamatan navigasi, keamanan maritim, dan perlindungan lingkungan laut sebagaimana diatur dalam peraturan IMO.
Budi menyampaikan tentang keberhasilan Indonesia dalam menetapkan Kepulauan Nusa Penida dan Gili Matra sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA), yang telah disetujui pada Sidang Marine Environmental Protection Committee (MEPC) ke-82 pada awal bulan Oktober 2024.
PSSA tersebut, terletak di dalam Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Lombok, yang berfungsi sebagai Associated Protective Measures-nya.
“Dengan ditetapkannya Pulau Nusa Penida dan Gili Matra sebagai PSSA, Indonesia menjadi negara ke-19 yang menetapkan PSSA dan negara Asia kedua setelah Filipina yang memiliki PSSA yang ditetapkan oleh IMO. Kita berharap juga hal ini dapat membuka peluang penetapan PSSA di wilayah-wilayah lain di Indonesia yang juga memiliki kekayaan keanekaragaman hayati, kondisi ekologi, dan sosial-ekonomi yang sama, serta rentan terhadap dampak kegiatan pelayaran internasional,” ungkap Budi Mantoro.
(*)