“World Economic Forum bahkan memperkirakan Selat Malaka akan melewati kapasitasnya pada akhir dekade ini karena pesatnya pertumbuhan lalu lintas pelayaran di Selat tersebut. Belum lagi banyaknya kemacetan dan kecelakaan yang terjadi di kedua Selat tersebut bisa mengakibatkan gangguan dan hambatan bagi rantai pasokan global,” kata Budi dalam keterangannya, kemarin.
Kata Budi, aktivitas di kedua Selat itu berdampak tidak hanya kepada tiga negara Pantai, tapi juga terhadap perdagangan regional hingga ke perekonomian global.
Oleh karena itulah, Cooperative Mechanism dibentuk untuk menjalin dialog, pertukaran informasi dan berbagi perspektif tentang isu-isu penting yang berkaitan dengan Selat Malaka dan Selat Singapura.
Keselamatan & Perlindungan Lingkungan
Budi juga mengatakan bahwa keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura menjadi perhatian utama dari komunitas maritim internasional, khususnya Negara Pantai. Oleh sebab itu, dengan dukungan dari International Maritime Organization (IMO), pada tahun 2007 tiga Negara Pantai membentuk Cooperative Mechanism sebagai wadah untuk mendiskusikan dan bertukar pandangan terkait isu yang menjadi perhatian bersama di kedua Selat.
Menurut Budi Mantoro, sebagai Anggota Dewan IMO, Indonesia memprioritaskan kerja sama dengan seluruh negara anggota IMO untuk memperkuat keselamatan dan keamanan pelayaran internasional.
Budi pun menyatakan jika pihaknya selalu berpegangan pada Konvensi dan Instrumen IMO dalam menentukan kebijakan dan peraturan di perairan Indonesia, khususnya yang berada di wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura.