Selain itu, Joha menggarisbawahi kemudahan mendapatkan izin melalui sistem Online Single Submission (OSS), namun menekankan bahwa izin dari OSS harus memenuhi persyaratan lain yang berkaitan dengan Pemkot Samarinda.
“Jika persyaratan daerah belum terpenuhi, izin itu belum sah untuk mengedarkan minuman beralkohol,” ucap Joha.
Masih banyaknya tempat yang menjual miras tanpa izin, seperti warung kelontongan dan mini supermarket, menjadi perhatian serius. Joha juga menyoroti masalah tempat hiburan malam (THM) yang dekat dengan pemukiman.
“Perda pernah membatasi izin dengan radius 200-500 meter dari pemukiman. Namun, sekarang ada THM di bangunan lain yang menjadi masalah, terutama bagi masyarakat yang berinvestasi besar di sana,” ungkapnya.
Dengan penegakan perda yang ketat, diharapkan peredaran miras di Samarinda dapat lebih terkontrol dan mengurangi dampak negatif di masyarakat.
Joha menegaskan bahwa perda harus ditegakkan sesuai dengan tahun penerbitannya.
“Jika perda diterbitkan tahun 2023, aturan tersebut berlaku untuk bangunan yang dibangun pada 2023. Tidak ada kaitannya dengan bangunan yang dibangun tahun 2022,” pungkasnya. (adv)