Tak Berkategori
Sedang tren

Korupsi Kredit Fiktif, Polda Kaltara Tetapkan Enam Tersangka

POJOKNEGERI.COM — Kasus korupsi kredit fiktif Bankaltimtara yang merugikan negara hingga Rp 208 miliar diungkap Polda Kalimantan Utara (Kaltara).

Dalam ungkapan kasus ini, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kaltara resmi menetapkan enam tersangka.

Pengungkapan kasus ini menjadi salah satu temuan terbesar dalam sektor perbankan di wilayah Kalimantan.

Kasus ini terungkap setelah penyidik menemukan puluhan fasilitas kredit yang disalurkan tanpa dasar hukum sah. Menggunakan jaminan Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif.

Direktur Ditreskrimsus Polda Kaltara, Kombes Pol Dadan Wahyudi, mengungkapkan bahwa penetapan para tersangka dilakukan setelah penyidik mengantongi bukti permulaan yang kuat dari rangkaian pemeriksaan panjang sejak awal 2025.

“Kami menemukan 47 fasilitas Kredit Modal Kerja yang menggunakan jaminan SPK fiktif. Itu cukup untuk menaikkan perkara ke tahap penyidikan. Karena unsur perbuatan melawan hukumnya sudah jelas,” ujar Dadan dalam keterangan resminya, Kamis (4/12/2025).

Sebaran Fasilitas Kredit Bermasalah

Menurutnya, fasilitas kredit bermasalah tersebut tersebar di sejumlah titik, dengan sebaran terbesar berada pada kantor cabang yang memiliki kerentanan pengawasan internal.

“Dari 47 fasilitas kredit itu, 25 berada di wilayah Kanwil Kaltara, terdiri dari 17 fasilitas di Nunukan dan 5 fasilitas lain di Tanjung Selor. Semua pembiayaan tersebut tidak memiliki dasar pekerjaan yang sah,” tegasnya.

Para Tersangka

Polda Kaltara memastikan enam orang sudah jadi tersangka. Dari para tersangka, empat orang sudah menjalani penahanan di Mapolda Kaltara. Mereka adalah DSM, mantan Pemimpin Kanwil Kaltara PT BPD Kaltimtara (2021–2024). RAS, mantan Pemimpin Cabang Tanjung Selor (2022–2023). DAW, mantan Pemimpin Cabang Tanjung Selor (2023–2024). AS, mantan Pemimpin Cabang Nunukan (2023–2024)

Sementara dua tersangka lain, yaitu BS dan ADM. Keduanya adalah pemilik sekaligus pihak penerima manfaat (beneficial owner) dari sejumlah perusahaan dalam jaringan Indi Daya Group. Keduanya tidak di tahan di Polda Kaltara karena sedang menjalani proses hukum berbeda dan kini berada di Lapas Cipinang serta Lapas Salemba.

“Terkait dua tersangka lainnya, penahanannya di Cipinang dan Salemba karena mereka tengah menjalani proses hukum lain,” jelas Dadan.

Kerugian Negara

Kasus ini sangat merugikan keuangan negara. Setelah rangkaian pemeriksaan dokumen dan keterangan para saksi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menetapkan nilai kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 208 miliar.

“Nilai kerugian negara sudah auditor BPKP pastikan, dan itu menjadi dasar kami memperkuat konstruksi pasal,” ungkap Dadan.

Penyidik telah memeriksa lebih dari 100 saksi, terdiri dari jajaran internal Bankaltimtara, pihak perusahaan, rekanan SPK, hingga ahli pidana dan ahli keuangan negara. Selain itu, lima orang ahli dari lintas bidang turut terlibat untuk memastikan konstruksi hukum berjalan solid.

Jejak kasus ini mulai terkuak sejak penyidik melakukan penggeledahan di tiga lokasi berbeda pada 15 Agustus 2025. Lokasi itu, Kantor Wilayah Bankaltimtara, Kaltara, Kantor Cabang Tanjung Selor, Kantor Cabang Nunukan.

Dalam upaya pemulihan kerugian negara, penyidik Ditkrimsus telah menyita sejumlah aset bernilai total Rp30 miliar, termasuk uang tunai sebanyak Rp3,89 miliar, tanah, bangunan, serta barang bergerak lainnya.

Tak hanya itu, penyidik turut mengamankan satu pucuk senjata api jenis Walther PPKS kaliber 22 LR beserta dua magazin.

“Proses asset tracing masih berjalan. Kami sedang menelusuri aset tambahan milik para tersangka untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian negara,” ujar Dadan.

Pengungkapan Kasus Hasil Koordinasi

Polda Kaltara menegaskan investigasi ini tidak di lakukan sendiri. Pengungkapan skandal kredit fiktif ini merupakan hasil koordinasi intensif bersama sejumlah lembaga, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, serta jajaran manajemen Bankaltimtara.

“Kami berkoordinasi dengan OJK, KPK, dan Kejaksaan agar proses pengungkapan lebih cepat dan komprehensif. Ke depan kami ingin memastikan kasus serupa tidak terulang,” kata Dadan.

Dadan menegaskan bahwa pembongkaran kasus ini menjadi peringatan keras bagi industri perbankan di Indonesia, khususnya bank pembangunan daerah.

Menurutnya, pelanggaran administrasi dan lemahnya verifikasi dokumen sering kali menjadi pintu masuk praktik korupsi, terutama pada fasilitas kredit produktif yang melibatkan pelaksanaan proyek.

“Ini pelajaran penting. Pemberian kredit harus menerapkan prinsip kehati-hatian, bukan hanya formalitas dokumen,” tegasnya.

Hingga berita ini naik, penyidik Ditreskrimsus Polda Kaltara terus memperdalam penyidikan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam perkara kredit fiktif berskala besar ini.

(tim redaksi)

Back to top button