Natsir menuturkan, kedatangannya ke Bareskrim adalah untuk melaporkan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh ketiga akademisi dalam film tersebut beserta sutradaranya.
Dirty Vote tersebut dinilai telah membuat kegaduhan serta menyudutkan salah satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden.
Hal itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu yang mengatur tentang masa tenang.
Wakil Komandan Echo (Hukum dan Advokasi) TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman (kedua dari kiri), saat konferensi pers merespons tayangan film Dirty Vote di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Minggu (11/2/2024).
Pelanggaran yang dimaksud adalah terkait Pasal 287 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pada pasal tersebut tertulis, ”Media massa cetak, media daring, media sosial, dan lembaga penyiaran dilarang untuk menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu”.
Dengan demikian, lanjut Natsir, film tersebut dinilai termasuk pelanggaran pemilu dan bersifat tendensius terhadap calon lain.
Di sisi lain, ia menilai, ketiga akademisi itu berada dalam tim reformasi hukum yang dibentuk oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ketika masih dijabat Mahfud MD.
Ketika ditanya mengenai afiliasi atau arah dukungan Foksi terhadap salah satu pasangan capres-cawapres dalam Pemilu 2024, Natsir mengatakan, Foksi hanya sebatas mendukung salah satu pasangan calon tanpa menyebut dukungan kepada siapa. (*)