POJOKNEGERI.COM - Sutradara Film "Dirty Vote", Dandhy Dwi Laksono buka suara mengenai sumber dana produksi Dirty Vote.
Film dokumenter tersebut mengulas perjalanan menuju Pemilu 2024 serta dugaan kecurangan yang terjadi di dalamnya.
Ia mengaku Dirty Vote dibuat atas dasar sukarela banyak pihak.
Sosok yang muncul dalam dokumenter itu juga disebut tak diberi bayaran.
"Dirty Vote ini kami patungan, para bintang film itu bahkan enggak ada yang dihonor. Enggak ada yang bayar juga. Kami semua bawa resource masing-masing aja. ada yang pakai ongkos sendiri, bawa makanan sendiri, ya sudah itu yang kami lakukan," ucap Dandhy Dwi Laksono.
Dandhy mencontohkan dirinya yang berkontribusi dan mewakili dua lembaga, yakni dari Watchdoc dan juga operasi ekspedisi Indonesia Baru.
Kemudian tiga ahli hukum tata negara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti sebagai perwakilan dari Themis Indonesia, UGM, dan Sekolah Tinggi Hukum Jentera.
Tak hanya itu, tim teknis turut mendukung dalam aspek sewa peralatan, sedangkan tim-tim nonteknis juga disebut turut berperan dalam proses perencanaan.
"Dan ini kan enggak bisa dipahami praktik politik di Indonesia yang semua serba uang. Orang partai atau timses dengar ini ya mereka enggak percaya karena memang seperti ini mungkin enggak ada dalam kamus mereka," ujarnya.
Dirty Vote merupakan film dokumenter yang dirilis di saluran YouTube PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan) Indonesia pada 11 Februari.
Film itu menampilkan tiga pakar hukum tata negara membedah dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Film itu diawali dengan menampilkan ucapan Presiden Jokowi mengenai anak-anaknya yang tak tertarik terjun ke dunia politik beberapa tahun lalu dan pada akhirnya jelas berubah saat ini.
Dirty Vote juga menampilkan dugaan ketidaknetralan para pejabat publik, wewenang dan potensi kecurangan kepala desa, anggaran dan penyaluran bansos, penggunaan fasilitas publik, hingga lembaga-lembaga negara yang melakukan pelanggaran etik.
Imbas dari penayangan film tersebut, empat tokoh utama Dirty Vote dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Kelompok yang menyebut diri sebagai Forum Komunikasi Santri Indonesia atau Foksi akan melaporkan sutradara dan tiga akademisi dalam film dokumenter Dirty Vote ke Badan Reserse Kriminal Polri dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Sentra Gakkumdu.
Ketua Umum Foksi M Natsir Sahib membenarkan bahwa pihaknya telah mendatangi Bareskrim Polri, Senin (12/2/2024).
Dalam keterangan tertulisnya, Foksi mendatangi Bareskrim untuk berkonsultasi dalam rangka melaporkan sutradara film dokumenter Dirty Vote, yakni Dandhy Dwi Laksono, beserta tiga akademisi yang muncul dalam film tersebut, yakni Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, dan Bivitri Susanti.
Pada kedatangannya kemarin ke Bareskrim, masih terdapat kekurangan dalam berkas laporan.
Natsir menuturkan, kedatangannya ke Bareskrim adalah untuk melaporkan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh ketiga akademisi dalam film tersebut beserta sutradaranya.
Dirty Vote tersebut dinilai telah membuat kegaduhan serta menyudutkan salah satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden.
Hal itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu yang mengatur tentang masa tenang.
Wakil Komandan Echo (Hukum dan Advokasi) TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman (kedua dari kiri), saat konferensi pers merespons tayangan film Dirty Vote di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Minggu (11/2/2024).
Pelanggaran yang dimaksud adalah terkait Pasal 287 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pada pasal tersebut tertulis, ”Media massa cetak, media daring, media sosial, dan lembaga penyiaran dilarang untuk menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu”.
Dengan demikian, lanjut Natsir, film tersebut dinilai termasuk pelanggaran pemilu dan bersifat tendensius terhadap calon lain.
Di sisi lain, ia menilai, ketiga akademisi itu berada dalam tim reformasi hukum yang dibentuk oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ketika masih dijabat Mahfud MD.
Ketika ditanya mengenai afiliasi atau arah dukungan Foksi terhadap salah satu pasangan capres-cawapres dalam Pemilu 2024, Natsir mengatakan, Foksi hanya sebatas mendukung salah satu pasangan calon tanpa menyebut dukungan kepada siapa. (*)