POJOKNEGERI.COM - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, turut menyoroti temuan BPK terkait pengelolaan jaminan reklamasi (jamrek) oleh Pemprov Kaltim.
Diketahui, dalam LHP BPK 2021, lembaga pengawas keuangan itu menemukan ada jaminan kadaluwarsa sebesar Rp1,7 triliun.
Selain itu, BPK menduga ada potensi kehilangan jaminan kesungguhan sebesar Rp1,07 triliun, dan bunga jaminan kesungguhan yang digunakan kabupaten/kota sebesar Rp87 juta.
Merespon hal tersebut, Pradarma Rupang, Dinamisator Jatam Kaltim, mengaku cukup terkejut Pemprov Kaltim tidak memiliki data jumlah void (lubang bekas tambang) dan reklamasi IUP yang sudah berakhir.
“Pengawasan hanya bualan saja, di lapangan justru ada data yang tidak sesuai dengan yang disampaikan,” kata Rupang, dikonfirmasi Kamis (30/6/2022).
Rupang juga menyoroti Pemprov Kaltim telah menyerahkan dana jamrek pada April lalu ke pusat.
Dengan bangga, dana jamrek yang diserahkan sebesar Rp2,4 triliun.
Namun menurut Jatam Kaltim, angka itu masih terlalu kecil.
Rupang mengklaim angka Rp2,4 triliun, yang diserahkan pemprov tidak sampai 5 persen dari total jamrek di Bumi Mulawarman.
"Seharusnya nilai yang diberikan sekitar Rp234 triliun. Dengan asumsi 535 IUP harus menyelesaikan jamrek senilai RP 176 juta per hektare," jelasnya.
"Sementara jumlah luasan pertambangan di Kaltim mencapai 1,3 juta hektare," sambungnya.
BPK Kaltim mencatat, ada tiga permasalahan pengelolaan pertambangan di Kaltim, di antaranya ada dugaan perusahaan dengan jamrek kedaluwarsa justru meninggalkan bekas tambang tanpa direklamasi. Nilainya adalah Rp 1,726 triliun.
Temuan lain, lubang tambang yang tidak ditutup seluas 11,38 hektare, dan dugaan penambangan pada area yang tidak berizin seluas 168,9 hektare.
Rupang menegaskan KPK mesti turun tangan guna membersihkan persoalan pertambangan di Kaltim.
Menurutnya, temuan-temuan BPK bisa menjadi pintu masuk KPK.
“Kita desak KPK masuk ke Kaltim temukan tindak pidana korupsi akibat praktik pertambangan, pengabaian tidak jalankan kewajiban jamrek dan pasca-tambang,” tegasnya.
Sementara itu, Christianus Benny, Kepala Dinas ESDM Kaltim, dikonfirmasi terkait temuan BPK, enggan berkomentar banyak.
Benny menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu Kaltim, untuk menindaklanjuti temuan BPK itu.
"DPMPTSP Kaltim yang lebih paham," jawabnya singkat.
Diberitakan sebelumnya, Puguh Harjanto, Kepala DPMPTSP Kaltim, menyebut telah membahas temuan BPK tersebut bersama beberapa OPD terkait.
Puguh menerangkan saat ini masih ada beberapa proses klarifikasi bersama kabupaten/kota, salah satunya Kukar.
"Kukar itu data 2018. Sedangkan yang dievaluasi itu 2021, jadi ada selisih nilai. Pas kami kroscek lagi ada perubahan nilai. Jadi otomatis selisih," kata Puguh, Rabu (29/6/2022) kemarin.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)