Dari hasil investigasi Unmul pada 7 September 2021 lalu, tambang ilegal tersebut diduga turut merusak laboratorium pertanian milik Fakultas Pertanian Unmul di Kelurahan Teluk Dalam, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara.
“Dugaan kami itu adalah ilegal mining, lahan yang di bawah pengelolaan Unmul dalam hal ini Fakultas Pertanian lokasinya dijadikan tempat untuk menaruh batu bara hasil pertambangan. Bahkan terdapat juga di sekitar kebun Unmul itu ada aktivitas tambang,” ujarnya kepada awak media.
3. Koalisi dosen juga dapatkan laporan
Mahendra kemudian menyampaikan landasan didalam poin ketiga surat terbuka. Dikatakannya, bahwa Koalisi Dosen Ummul telah mendapatkan laporan dari masyarakat hingga suplai data dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Mereka menyatakan, bahwa banyak sekali titik tambang ilegal yang sifatnya meresahkan lingkungan. Salah satunya seperti yang nampak terjadi di kawasan Muang Dalam, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara.
Bukan itu saja, informasi yang diperoleh dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim juga memperlihatkan dalam kurun waktu 2018 hingga 2021 terdapat 151 titik Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Yang mana di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak 107 titik, Samarinda 29 titik, Kabupaten Berau 11 titik, dan Kabupaten Penajam Paser Utara 4 titik.
“Maka tidak heran jika dampak dari tambang tersebut menimbulkan banyak kerusakan, mungkin saja situasi banjir saat ini, salah satu pemicunya dari sana (Tambang Ilegal),” kritiknya.
4. Bentuk sosial kontrol
Pada dasarnya, tujuan menyampaikan surat terbuka ini merupakan bentuk social control terhadap kepolisian dari segala sisi supaya bisa lebih tegas dalam penegakan hukum tambang ilegal.
“Ke depannya kami berharap kepolisian bisa jadi partner. Kami datang atas nama Unmul, bukan berarti membawa situasi negatif, tapi kita berikan support agar aparat bisa memberikan penanganan jauh lebih serius,” jelasnya.