Jika wilayah terdekatnya sudah habis kekayaan alamnya, maka selanjutnya mulai “merampok” ke wilayah-wilayah yang lebih jauh.
Hal ini bisa kita lihat bagaimana negara-negara imperialis khususnya di Eropa Barat, seperti Inggris dan lainnya mendesain negara-negara yang menjadi koloni mereka. Inilah yang dimaksud kolonialisasi/kolonialisme 2.0.
Penjajahan Belanda atas Indonesia salah satu rupa kolonialisasi/kolonialisme 2.0.
Seiring berjalannya waktu, jika dua macam kolonialisasi/kolonialisme (1.0 dan 2.0) menggunakan hard power, maka kolonialisasi/kolonialisme 3.0 adalah dengan memadukan hard power dan soft power.
Salah satu caranya adalah menggulingkan/mengkudeta kepemimpinan (pemimpin, presiden) suatu negara.
Kolonialisasi/kolonialisme 3.0 ini bisa dilihat seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap negara-negara Timur Tengah, Amerika Latin atau kawasan Afrika, banyak pemimpin negara di wilayah tersebut “ditumbangkan” digantikan dengan pemimpin-pemimpin “boneka.” Hal ini dimaksudkan agar kebijakan yang dibuat menguntungkan bagi kepentingan Amerika Serikat, terutama dalam hal penguasaan sektor-sektor produksi.
Indonesia juga pernah mengalami kolonialisasi/kolonialisme 3.0 ini, meski agak berbeda teknik, yaitu saat tumbangnya orde baru, Presiden Suharto, dimana sebelum lengser, Presiden Suharto “dipaksa” menandatangani perjanjian utang dengan IMF (International Monetary Fund) dengan dalih “perbaikan ekonomi” pasca-krisis moneter 1998.
Nah, sekarang kekuatan hard power tidak dipakai lagi, kolonialisasi/kolonialisme 4.0 murni menggunakan soft power, salah satu caranya yang paling tokcer adalah penguasaan ekonomi sebuah negara, ditambah lagi instrumen yang digunakan adalah digitalisasi.
Kita lihat saja dua konsep China yang menerapkan skema kolonialisasi/kolonialisme 4.0 melalui gagasannya tentang Belt and Road Initiative (BRI) yang merupakan ekspansi bantuan-bantuan untuk membangun infrastruktur ke negara-negara lain, yang bisa saja sebagai sasaran kolonialisasi (negara koloni).
Konsep selanjutnya Digital Silk Roan (DSR), sebuah desain ekspansi ekonomi berbasis digital. DSR memokuskan pada konektivitas komunikasi teknologi dan informasi.
Bisa dibayangkan, software dan hardware yang kita gunakan rata-rata buatan China, bahkan sampai urusan keamanan server apapun itu, kita masih mengandalkan konsultan-konsultan keamanan siber yang perusahaannya berdiri di negara itu.
Kasus peretasan Pusat Data Nasional (PDN) baru-baru ini, menjadi salah satu contoh dari banyaknya kasus pembobolan data, dengan satu “klik” maka kedaulatan bangsa hancur lebur. Belum lagi ragam transaksi berbasis digital yang rata-rata perusahaannya masih ada keterlibatan China dan Amerika Serikat di dalamnya melalui Singapura dalam komposisi saham.