POJOKNEGERI.COM - Sonny Majid menulis pemberitaan dengan merilis kerugian yang diderita WIKA (Wijaya Karya) salah satu BUMN, akibat proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Mengutip CNBC Indonesia, kerugian WIKA sebesar Rp7,12 triliun pada 2023, mengalami pembengkakan 11,86 persen dari Rp59,59 miliar pada 2022.
Beban WIKA yang terdiri dari beban lain-lain meroket hingga 310,16 persen menjadi Rp5,40 triliun.
Sedangkan beban keuangan naik 133,70 persen sebesar Rp3,20 triliun pada 2023.
Dalam proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, penyertaan WIKA sudah sebesar Rp6,1 triliun, dan yang belum dibayar Rp5,5 triliun, sehingga totalnya Rp12 triliun.
Mengutip Kompas.com, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung menelan 5,5 miliar dollar AS, setara Rp85,25 triliun yang merupakan pinjaman dari Pemerintah China dengan bunga dua persen.
Namun akibat pandemi Covid-19, terjadi pembengkakan biaya sebesar 1,2 miliar dollar AS setara Rp18,6 triliun yang biayanya ditalangi melalui 75 persen dari utang Bank Pembangunan China/China Development Bank dan 25 persennya memakai penyertaan modal negara (PMN).
Oke, artinya proyek kereta cepat ini pakai pinjaman alias utang ya. Sekadar mengingatkan.
KOLONIALISASI/KOLONIALISME
Kolonialisasi/kolonialisme kerap kita dengar dalam banyak diskusi, jadi saya tak perlu lagi menjabarkan apa yang dimaksud dengan kolonialisasi/kolonialisme.
Lantas apa hubungannyakolonialisasi/kolonialisme ini dengan cerita kereta cepat Jakarta-Bandung di atas? Uraian, kereta cepat Jakarta-Bandung hanya satu kasus bagaimana kolonialisasi/kolonialisme bereinkarnasi dalam proses perjalanannya.
Dalam kolonialisasi/kolonialisme 1.0, perwujudannya adalah bagaimana sebuah bangsa di saat kebutuhan pokoknya meningkat, namun wilayahnya tak bisa menyediakan, maka bangsa tersebut akan menyerang wilayah-wilayah terdekat dengan maksud menguasai faktor-faktor produksi yang tidak tersedia tadi.