Dengan demikian dia menyebut reshuffle kabinet Jokowi kali ini untuk mencari aman. Jokowi disebut hendak merangkul semua partai yang mendukungnya pada Pilpres 2019 lalu, baik partai parlemen maupun nonparlemen.
"Itu yang disebut reshuffle yang cari aman sebenarnya. Tidak mengurangi dari partai, tidak mengganti ketum dan sekjen partai, merangkul yang sudah berkoalisi, memasukkan orang-orang partai yang selama ini mendukung partai nonpemerintah, PSI, PBB, gitu ya dan tidak ada orang yang kemudian merasa dirugikan dalam reshuffle ini," katanya.
Sementara itu, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menilai reshuffle kabinet 15 Juni menjadi kebutuhan Jokowi untuk memastikan stabilitas kepemimpinannya hingga 2024.
Arya menyoroti komposisi di kabinet, 80-90 persennya merupakan partai pendukung Jokowi, baik partai yang masuk parlemen maupun nonparlemen, seperti PSI, PBB, dan Perindo.
"Saya kira ada kebutuhan dari Presiden sendiri untuk memastikan ada stabilitas politik sampai akhir pemerintahan hingga nanti Oktober 2024," kata Arya saat dihubungi, Rabu (15/6).
"Kalau kita lihat memang dukungan partai-partai di DPR yang bergabung di Kabinet Indonesia Maju itu sudah menjadi 80-90 persenan ditambah tiga partai nonparlemen, yakni PSI, Perindo, dan PBB. Jadi saya kira poinnya memang ada kebutuhan Presiden untuk memastikan stabilitas politik sampai akhir," imbuh dia.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)