Survei sebanyak 70 yang dilakukan komite independen Suara Musyawarah itu juga mengungkapkan perasaan dikucilkan dari bagian "elit atau sensitif" SAF, seperti komandan, bagian persenjataan dan pertahanan udara, dan bahkan dikeluarkan dari kapal perang angkatan laut.
Para partisipan mengatakan mereka tidak puas dengan satu atau dua anak Melayu untuk menunjukkan bahwa mereka dapat berkembang di SAF, kata Ketua Komite Suara Musyawarah, Sallim Abdul Kadir (57) kepada The Sunday Times (ST) Singapura, seraya menambahkan bahwa survei ini didasari pada anekdot dan perasaan dalam masyarakat tanpa statistik yang menyertainya.
"Rasa memiliki" masyarakat adalah satu di antara tiga tema utama yang ditemukan dari hasil survei. Survei ini dimulai tahun lalu ketika menteri yang bertanggung jawab Urusan Muslim, Yaacob Ibrahim, mengumumkan pembentukan sebuah komite untuk mendengar dari orang-orang Melayu di Singapura.
Yaacob sendiri diharapkan bisa mengomentari hasil survei tersebut dalam pekan ini.
Kisah yang dimuat The Sunday Times edisi mingguan dari The Straits Times itu membandingkan hasil survei terhadap sensus 2010, yang menunjukkan bahwa etnis Melayu di Singapura tertinggal dalam hal kepemilikan rumah dan pendapatan rumah tangga. Hanya 5,1 persen dari populasi mahasiswa non-Melayu, berusia 15 tahun ke atas, memiliki gelar sarjana, jauh lebih rendah dari angka rata-rata nasional yang sebesar 23 persen.
Pendapatan rata-rata rumah tangga orang Melayu pada 2010 adalah S $3.844 (atau sekitar 31 juta rupiah), di luar kontribusi Central Provident Fund majikan mereka, lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar yang S $ 5.000 (atau sekitar 40 juta rupiah).