"Makmur peraih suara terbanyak dalam Pemilu 2019 dan kader senior Partai Golkar itu sudah mengemban tugasnya dengan baik. Tidak ada yang cacat. Kenapa harus diganti?" tulis Rizal Effendi, mantan Wali Kota Balikpapan dua periode
POJOKNEGERI.COM - Sekitar 2 kali 24 jam atau sekiranya kurang dari itu, publik di Kalimantan Timur (Kaltim) akan mendapati sesuatu hal sakral dalam proses pemerintahan.
Adalah pelantikan Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Masud, yang disiapkan terjadi pada Senin (12/9/2022).
Bukan di aula Kantor DPRD Kaltim, ataupun aula Kantor Gubernur Kaltim, pelantikan disiapkan di salah satu hotel berbintang di Samarinda.
Ketua Pengadilan Tinggi (PT), akan melantik Hasanuddin Masud.
Dasar yang digunakan PT, sesuai dengan penjelasan kepada awak media, adalah fatwa Mahkamah Agung.
"Ada fatwa dari MA (Mahkamah Agung) bahwa saya tetap diminta melakukan pelantikan ketua DPRD Kaltim," ucap Ketua Pengadilan Tinggi Kaltim Nyoman Gede Wirya saat dijumpai media ini di ruang kerjanya, Kamis (8/9/2022) lalu.
Selengkapnya soal fatwa MA bisa dilihat di LINK INI
Kemiripan kasus Sambo, bisa diperdebatkan, tak bisa juga dinafikan
Banyak sumber masuk ke meja redaksi perihal pemberitaan sengketa Ketua DPRD Kaltim antara Makmur HAPK dan Hasanuddin Masud ini.
Akademisi, pejabat pemerintah, termasuk juga penjelasan hakim di Pengadilan Negeri/ Tinggi juga telah diberitakan.
Satu sumber yang tim redaksi tak ungkap identitasnya juga berikan pendapat menarik.
Sumber itu, analogikan sengketa di internal Golkar, yang kemudian merembet hingga ke pelantikan dan kehadiran Hakim PT di proses pelantikan itu, memiliki kemiripan dengan kasus Sambo.
Sudah kadung diketahui, kasus Sambo juga diawali satu perbuatan melawan hukum, yang kemudian merembet hingga ke banyak pihak. Termasuk ke pemecatan beberapa oknum polisi berpangkat.
"Mirip kasus sambo, satu biangnya yang mendesak agar semua ikut-ikutan membenarkan perbuatan melawan hukum yang jelas sudah diutus pengadilan. Semua ikut terseret, mulai dari anggota-anggota DPRD, partai-partai, bahkan hingga MA dan pengadilan tinggi. Sangat mirip kasus Sambo," demikian tulis sumber tersebut.
Pertanyaannya kemudian, jika di kasus pembunuhan Brigadir J, Sambonya diketahui adalah Ferdy Sambo, maka di kasus Makmur, belum tahu siapa Sambonya. Atau bisa juga malah kasus ini tak mirip sama sekali, yang berarti sosok Sambo itu tak ada.
Merunut ke belakang, proses pelengseran Makmur HAPK sebagai Ketua DPRD Kaltim bermula pada 15 Maret 2021, saat DPD Golkar Kaltim keluarkan surat permohonan persetujuan pergantian pimpinan DPRD Kaltim dari Makmur ke Hamas. Surat ditujukan ke DPP Golkar
Berlanjut, pada 16 Juni 2021 DPP Golkar merespon dengan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor B-600/GOLKAR/VI/2021 Tentang Persetujuan Pergantian Antar Waktu Pimpinan DPRD Kaltim dari Makmur ke Hamas
Lalu, pada 7 Januari 2022 Pihak Makmur HAPK ajukan gugatan ke PN Samarinda dengan nomor register 02/Pdt.G/2022/PN.Smr. Makmur menggugat putusan-putusan Golkar yang mem-PAW dirinya
Selengkapnya lihat di grafis
Akademisi Nilai Persoalan Internal Partai Merembet Kemana-mana
Soal dasar hukum pelantikan Hasanuddin Masud, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Najidah beri penjelasan juga mengenai ini.
"Hukum itu ada yang namanya alas hak. Hukum itu ada proses formil, ada proses materiil. Ya kalau diawali dengan proses yang salah, apakah produknya itu betul? Proses yang diawali dengan perbutan melawan hukum juga hasilnya tidak bisa dikatakan benar," kata Najidah dihubungi Sabtu (10/9/2022) malam.
Ia pun juga respon perihal kemiripan sengketa Ketua DPRD Kaltim ini merembet ke banyak hal. Dari sekadar persoalan internal partai hingga masuk ke ranah lembaga semacam dewan hingga pengadilan tinggi.
"Kalau dianalogikan dengan kasus Sambo, ya ini kan aslinya merupakan problem intern (Golkar). Yang akhirnya dibawa ke DPRD, dan sampai keluar SK, membuat juga lembaga peradilan terseret, mengikuti ritme," ujarnya
"Sesuatu yang sudah terang benderang dibuat ruwet sendiri. Ini masalah intern, yang akhirnya kemana-mana, diwarnai denga upaya yudikatif, dan akhirnya kita bisa menilai keputusanya Pengadilan Tinggi. Hanya urusan intern, sampai semua lembaga bisa kena," lanjutnya.
Persoalan baru disebut Najidah bisa juga muncul, yakni anggaran dalam proses pelantikan.
Diperkirakan, anggaran pelantikan mencapai ratusan juta. (Lengkapnya bisa dibaca di LINK INI)
"Pelantikan, ada anggaran yang keluar. Kan dipertanyakan. Anggaran digunakan atas proses yang dinilai melawan hukum. Putusan pengadilan loh yang ngomong. Loh kok bisa, dilabeli perbuatan melawan hukum tetapi dibiayai. Harus ada yang tanggung jawab," ujarnya.
"Siapa yang tanggung jawab mengeluarkan anggaran. Sehingga menimbulkan masalah baru. Ini kan ada orang berperang, masing-masing punya granat, punya senjata. Setelah berperang, bukan mereka (yang berperang), tetapi muncul granat baru," katanya.
Sementara itu, Luthfi Wahyudi yang merupakan pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda juga angkat pendapat.
Kata Luthfi kepada media ini, sejak awal dimunculkannya rencana pergantian Makmur HAPK kepada Hassanudin Masud adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan kebenaran.
“Penuh dengan kebohongan. Kalau saya melihat kondisi ini adalah kecarutmarutan politik yang tidak taat kepada hukum,” jelas Luthfi saat dihubungi Sabtu (10/9/2022).
Alasan pergantian Makmur ke Hasan pun, dinilianya memiliki nuansa yang tidak bagus. Bahkan erat dengan kepentingan segelintir pihak.
Terlebih, adik dari Hasan yakni Rudi Masud yang merupakan Ketua DPD Golkar Kaltim saat ini.
“Pergantian dari pak Makmur ke Hassan itu lebih besar memenuhi hasrat politik sekelompok orang, dibanding kinerja sebagai ketua DPRD. Coba sekarang sebutkan, apa kesalahan pak Makmur?,” tanya Luhtfi.
Menurutnya, sejak 2019 lalu saat Makmur resmi menjabat Ketua DPRD Kaltim tidak pernah ada kebijakan atau langkah buruk yang dilakukan mantan Bupati Berau dua periode itu.
“Bahkan pak Makmur pun tidak pernah masuk ke dalam mahkamah kehormatan dewan (karena adanya kesalahan kinerja). Jadi ini ada orang yang lurus, mengerjakan tugas dengan baik. Tidak melakukan perbuatan melawan etika atau merusak marwah, tiba-tiba diganti. Alasanya pergantiannya pun itu penuh dengan kebohongan,” bebernya.
Lebih jauh diungkapkannya, langkah hukum yang dilakukan Makmur HAPK dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Samarinda dengan nomor register 02/Pdt.G/2022/PN.Smr pada 7 Januari 2022 kemarin adalah upaya seseorang mempertahankan hak politiknya.
“Tidak ada dualisme di dalam Golkar. Karena pak Makmur itu hanya mempertahankan hak berpolitiknya yang sudah diraih, bukan lebih ke arah mempertahankan posisi kekuasannya,” tegasnya.
Sementara ketika disinggung mengenai pergantian pimpinan yang merupakan hak dari fraksi Golkar sebagai pemenang kursi terbanyak di DPRD Kaltim, Luthfi dengan cepat menyanggah hal itu bahwa rotasi sejatinya harus dilakukan dengan tolak ukur yang rasional dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Enggak semata-mata bisa diganti aja. Harus ada alasan rasional yang berkaitan dengan kinerja DPRD dalam hal pergantian. Dan itu sudah ada diatur dalam undang-undangnya,” tambahnya.
Di sisi lain, penjelasan dari Sekretaris DPD Golkar Kaltim Muhammad Husni Fachruddin, sampaikan bahwa terkait mengapa Makmur HAPK diganti, pihaknya tak ingin mundur ke belakang.
"Kalau persoalan bagaimana Pak Makmur diganti kita enggak mau ke belakang lagi. Intinya Pak Makmur itu bagian dari kader Golkar. Pergantian tetap akan dilakukan pada Senin. Dan kita akan tetapkan Pak Makmur sesuai dengan kapasitas beliau," katanya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)