POJOKNEGERI.COM - Gugatan Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan calon presiden Gatot Nurmantyo telah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
Usai itu, kini muncul ajakan agar dirinya masuk ke dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Hal itu muncul usai Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim, mengajak mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo untuk bergabung ke PKB
Dikatakan Luqman melalui keterangan tertulis yang didapatkan awak media, putusan MK tersebut merupakan momentum agar Gatot menempuh jalan melalui parlemen dengan bergabung bersama PKB.
"Dengan momentum putusan MK ini, saya mengajak ke Pak Jenderal Gatot dan teman-teman yang lain menempuh jalan parlemen. Mari bergabung bersama PKB," kata Luqman dalam keterangan tertulis, Kamis (24/2/2022).
Dilanjutkan Luqman, dirinya sudah memperkirakan bahwa MK akan menolak judicial review yang diajukan Gatot. Sebab, presidential threshold sudah beberapa kali digugat ke MK dan putusannya selalu sama yakni ditolak.
"MK konsisten dengan pandangannya bahwa norma presidensial threshold merupakan open legal policy yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yakni DPR dan presiden," ujar Luqman.
Luqman berjanji, jika PKB memenangi Pemilu 2024, salah satu agenda prioritasnya adalah perbaikan sistem pemilu, kepartaian, dan lembaga legislatif.
"Termasuk di dalamnya menghilangkan presidential threshold," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak menerima permohonan enam perkara gugatan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Majelis hakim MK menyatakan, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut, sehingga permohonan tidak dapat diterima.
"Amar putusan. Mengadili menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan tersebut di Gedung MK yang disiarkan secara daring, Kamis (24/2/2022).
Menurut Mahkamah, persoalan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan berkontestasi dalam pemilu tidak berkolerasi dengan normal Pasal 222 UU 7/2017.
Adapun pasal itu berbunyi "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."
Mahkamah berpendapat, pasal tersebut tidak membatasi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berhak mengikuti pemilu.
Karena itu, Mahkamah menyatakan tidak ada kerugian konstitusional yang dialami para pemohon dengan berlakunya Pasal 222 UU 7/2017.
Selain itu, tidak ada hubungan sebab-akibat norma Pasal 222 UU 7/2017 dengan hak konstitusional pemohon sebagai pemilih dalam pemilu.
Dalam putusan mengenai ambang batas pencalonan presiden ini, empat hakim mengajukan pendapat yang berbeda (dissenting opinion), yaitu Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Saldi Isra.
Hakim konstitusi Manahan MP Sitompul dan Enny Nurbaningsih berpendapat, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan mengenai ketentuan presidential threshold.
Namun demikian, pokok permohonan dinilai tidak beralasan menurut hukum.
"Mahkamah berpendirian bahwa mendasarkan syarat perolehan suara (kursi) partai politik di DPR dengan persentase tertentu untuk dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah tidak bertentangan dengan konstitusi," ujar Manahan.
Adapun hakim konstitusi Suhartoyo dan Saldi Isra berpendapat pemohon memiliki kedudukan hukum dan dalam pokok permohonan beralasan menurut hukum.
Suhartoyo dan Saldi Isra menyatakan, permohonan pemohon dikabulkan.
Dalam pembacaan putusan ini, salah satu perkara yang diputus adalah gugatan yang diajukan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Ada pula perkara yang diajukan politikus Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono serta anggota DPD RI Tamsil Linrung, Edwin Pratama Putra, dan Fahira Idris.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)