Selanjutnya, barang-barang akan dibawa ke sisi lain menuju Pelabuhan Ranong dengan truk dan kereta api.
Serupa, kapal-kapal yang memuat barang-barang dari kawasan Asia Barat dan Eropa akan melakukan hal yang sama di Ranong untuk dikirimkan ke Chumphon.
Jembatan darat Kra pertama kali diusulkan oleh Perdana Menteri Thaksin Shinawatra pada 2005.
Namun, dibatalkan setahun kemudian ketika dia digulingkan dalam kudeta militer.
Ironisnya, setelah kudeta lain pada 2014, pihak militer menghidupkan kembali gagasan tersebut pada 2020.
Sayangnya, gagasan tersebut lagi-lagi gagal mendapat dukungan karena dislokasi ekonomi global yang disebabkan oleh pandemi ini.
Kini, pembangunan jembatan darat penghubung Samudera Hindia dan Pasifik dinilai memiliki sejumlah manfaat bagi Thailand.
Pertama, dengan tidak melewati Selat Malaka yang padat, perusahaan pelayaran menghemat waktu berlayar tiga hingga empat hari, sehingga mengurangi biaya transportasi sebesar 15 persen.
Kedua, pembangunan jembatan darat akan memberikan keuntungan sebesar 1,3 triliun baht atau sekitar Rp 568 triliun bagi perekonomian.
Langkah ini juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,5 persen dan menyediakan lapangan kerja bagi 280.000 orang.
Ketiga, jembatan darat turut menempatkan posisi Thailand di jantung rantai pasokan Asia Tenggara.
Terpisah, Rektor Malaysia University of Science and Technology, Premkumar Rajagopal mengungkapkan, jembatan yang diperkirakan akan selesai pada 2039 ini mempunyai implikasi potensial bagi perekonomian dan posisi strategis tiga negara lain di kawasan Selat Malaka.