Langkah pemerintah
Di ujung PPKM, Pemprov Kaltim, pun mulai bergerak. Dikutip dari Instagram resmi Pemprov, pada Rabu (21/7/2021) Gubernur Kaltim Isran Noor menerbitkan 2 Intruksi Gubernur (Ingub) dan 1 keputusan.
Kepala Biro Humas Setda Prov Kaltim M Syafranuddin, menerangkan Ingub pertama yang diterbitkan yakni Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Ingub Nomor 15 Tahun 2021.
“Ingub Nomor 16 Tahun 2021 selain memperpanjang waktu Ingub Nomor 15 Tahun 2021 juga menambah beberapa item baru yang menjadi pedoman kabupaten dan kota,” terang Syafranuddin seraya menambahkan masa berlaku Ingub Nomor 16 Tahun 2021 hingga tanggal 25 Juli 2021.
Sementara Ingub Nomor 17 Tahun 2021, lanjut Syafranuddin, terkait penunjukan Rumah Sakit Khusus (RSK) Pelayanan Covid 19 di Kaltim. Pada Ingub Nomor 17 Tahun 2021 juga ditujukan kepada kepala daerah serta direktur semua rumah sakit karena isinya petunjuk teknis dalam mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus terkonfirmasi Covid-19 yang memerlukan pelayanan rujukan.
“Khusus RSU milik Pemprov Kaltim seperti RSU AW Syahrani Samarinda, diminta menambah ruang ICU dan ruang isolasi dengan mengkonversi ruang perawatan yang minimal tiga puluh persen dari tempat tidur yang ada,” jelasnya.
Akan tetapi, di lapangan, pihak-pihak di bawah terkesan tak 100 persen ikuti Ingub itu.
Soal RS Khusus Penanganan Covid-19 misalnya.
dr Padilah Mante Runa, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, jelaskan bahwa rencana tersebut masih akan dikaji dan dipersiapkan.
Dirinya menjelaskan berbagai kendala dialami jika penunjukan RS khusus Covid-19 diaplikasikan. Ia lalu mencontohkan kendala yang dialami di Samarinda.
"Sebenarnya RSUD IA Moeis ingin disiapkan menjadi RS rujukan Covid-19. Hanya saja tidak memenuhi syarat, karena ada beberapa bagian gedung yang retak," kata dr Padilah, Rabu (21/7/2021).
Selanjutnya yang direncanakan menjadi RS khusus rujukan Covid-19 adalah RSUD AWS Samarinda. Menurut dr Padilah, hal itu tak bisa dilakukan lantaran RSUD AWS menjadi rumah sakit rujukan nasional.
Cara terbaik untuk memaksimalkan perawatan pasien Covid-19, dengan seluruh RS di Samarinda membuat konversi besar-besaran lebih dari 40 persen. Ada yang 50 persen maupun ada yang 60 persen.
"Jangan sampai nanti tumpuan perawatan pasien Covid-19 hanya di RS khusus. Nanti tumpuannya ke sana, jadinya nanti kewalahan. Nanti rumah sakit lain tidak mau menerima pasien Covid-19 karena ada RS terpusat," jelasnya.
"Jangan saling mengharap, nanti jadi kolaps di sana(RS khusus Covid-19)," sambungnya.
Untuk itu, dr Padilah menekankan lebih baik seluruh RS, baik RS pemerintah maupun swasta menambau tempat tidurnya. "Sebaiknya dikonversi besar-besaran di seluruh rumah sakit. Akhirnya melebihi dari kapasitas yang diperlukan. Daripada menunjuk RS khusus tapi kapasitasnya kecil," ujarnya.
Di pihak RS plat merah juga demikian. Penambahan kapasitas bed dan kamar untuk kasus Covid-19 juga urung dilakukan. dr David Hariadi Masjhoer, Direktur RSUD AWS Samarinda menegaskan jika pelaksanaan penambahan 40 tempat tidur khusus pasien Covid-19 sedang dilakukan sesegera mungkin. Sedang dilakukan, berarti belum selesai.
"Sesegera mungkin. Bila peralatan bisa disediakan distributor dan bila tenaga mencukupi," terang dr David melalui pesan singkatnya, Rabu (21/7/2021) sore tadi.
Disinggung mengenai ketersediaan alat dan tenaga yang dimaksud, dr David menegaskan jika kedua hal tersebut yang menjadi kendala pengadaan tempat tidur pasien Covid-19.
"Ya kendalanya di tenaga dan peralatan," singkatnya.
Ditanya lebih jauh, dr David rupanya engga membeber perihal kendala tersebut. Yang jelas menurut dia, peralatan yang menjadi kendala seperti pendukung alat medis termasuk regulator oksigen.
"Enggak bisa saya rincikan satu-persatu. Maksudnya peralatan itu, seperti pendukung medis termasuk regulator oksigen," tandasnya.
Soal instruksi gubernur ini pun dikomentari Herdiansyah Hamzah, Dosen Universitas Mulawarman Samarinda.
“Yang namanya instruksi, pasti ditujukan ke bawahan. Menteri buat instruksi ke gubernur dan bupati/walikota se-indonesia, gubernur buat instruksi ke bupati/walikota, terus walikota instruksi ke OPD, camat, dan lurah. Cara gampangnya begitu. Bupati/Walikota sebagai benteng terakhir dalam sisi kewenangan, sah saja buat instruksi ke bawahannya (OPD, camat, dan lurah). Tapi instruksi itu tidak cukup, apalagi sifatnya memang ditujukan ke bawahan. Harusnya Bupati/Walikota membuat surat keputusan agar legitimasi hukum terhadap kebijakan penanganan pandemi Covid-19 ini jauh lebih kuat,” katanya.
Saat ini, warga Kaltim terus berharap agar pandemi Covid-19 bisa segera berakhir. Pelaku UMKM berdoa agar bisa kembali membuka dagangannya, tanpa harus takut diusir Satpol PP jika lokasinya ramai.
Penjual tahu tek berangan-angan kapan bisa membuka dagangan hingga bisa buka pukul 01.00 dini hari.
Para nakes pun mungkin sedang berpikir, kapan bisa punya waktu luang untuk bisa menikmati kopi bersama keluarga tanpa diganggu beban kerja yang berat.
Dan, mereka semua sama sekali tidak bercanda dengan keinginan itu. (redaksi)