Ia pun mengamini bahwa pihaknya berpegangan pada putusan PN Samarinda, sementara pihak hasanuddin Masud berpegangan pada SK Mendagri.
"Iya, betul. Sama-sama berpeganglah. Cuma, kalau digali lebih dalam, SK yang diterima Hamas, dasarnya itu adalah surat-surat yang sudah dibatalkan oleh pengadilan negeri, atau surat yang sudah dinyatakan perbuatan melawan hukum," ujarnya.
Golkar Kaltim Tak Ikuti Putusan PN Samarinda, Akademisi: Karena Tak Menguntungkan?
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Najidah memberi pertanyaan terkait dengan adanya pelantikan Hasanuddin Masud sebagai Ketua DPRD Kaltim yang digelar pada Senin (12/9/2022) di Hotel Mercure Samarinda.
Awalnya ia merespon pula ucapan Gubernur Kaltim Isran Noor yang mengucapkan soal DPRD Mercure sebagai respon atas pelantikan Hasanuddin Masud.
"Sudah ada kubu A, kubu B gitu ya. Versi yang Karang Paci dan yang Mercure gitu. Sampai dibahasakan gitu ya? Itulah akibat dari sebuah proses yang terlalu dipaksakan, dimana pada akarnya masih bermasalah, akan membuahkan sesuatu yang bermasalah.
"Hari ini, DPRD kita menyuguhkan tontonan yang menjadi labolatorium hukum seluruh masyarakat. Bahwa ada sesuatu yang salah, ditabrak terus, ya semacam itu.
Tak adanya kepastian hukum ini, membuat orang kemudian punya perspektif masing-masing.
"Akhirnya jadi contoh. Orang akhirnya punya perspektif. Akhirnya kayak begini, Orang itu jadinya tak punya kepastian hukum. Perselisihan partai yang tak selesai, dibawa ke ranah hukum, dalam hal ini dibawa ke pengadilan agar terang benderang, menjadi bukan abu-abu tetapi semakin gelap. Kan gitu," ujarnya.
"Oke hari ini dihasilkan sosok (Hasanuddin Masud). Apakah ini menyelesaikan masalah? Ternyata kan tidak. Justru menghasilkan perspektif-perspektif baru yang itu bisa menjadi liar di siklus politik. Kalau kemarin saya bahasakan yang punya konflik adalah Golkar, ke masyarakat sekarang juga memiliki perspektif yang berbeda-beda," ucapnya.
Dia pun mempertanyakan mengapa dewan tak menunggu dahulu proses hukum yang sudah berjalan.
"Sebenarnya menunggu di pengadilan, yang bermasalah tinggal menungu. DPRD kan tetap bisa jalan kan? Kan ada wakil ketua I, II, III, kan ada sistem itu administrasi. Kenapa bingung? Semua itu kan ada tahapnya, ada aturan mainnya," ujarnya," katanya.
"Kalau menghasilkan sesuatu ya tunduk di situ. Kalau gini kan bisa muncul masalah, kalau gitu kan enggak usah ke pengadilan aja, minta fatwa aja. Gak usah minta putusan, Jadinya gitu. Ini contoh laboratorium hukum yang tidak baik," ucapnya.
Adanya statement dari pihak Golkar Kaltim yang sampaikan bahwa proses pergantian Ketua DPRD Kaltim dari Makmur ke Hamas sudah sesuai prosedur yang berlaku juga ia balas pertanyakan.
"Oke saya kembalikan ya. Beliau klaim kalau proses selama ini sudah benar. Kalau gitu kenapa hasilnya dipilih yang tidak benar. Ini ada dua hasil, dipilih yang menguntungkan mereka saja (Golkar). Kan Anda sudah bersidang katanya sudah benar, berarti ke pengadilan itu sudah benar dong. tetapi kenapa hasilnya tak mau diikuti? Karena tak menguntungkan?" sindir Najidah.
Sebelumnya, usai Hasanuddin Masud resmi ditetapkan sebagai Ketua DPRD Kaltim, Rudi Masud selaku Ketua DPD Golkar Kaltim langsung membuka suara. Di hadapan awak media, adik Hasanuddin Masud itu menyebut kalau pergantian ketua adalah hak progratif Golkar selaku fraksi pemenang di DPRD Kaltim.
“Saya rasa ini momen baik untuk melakukan penyegaran dan prosesnya berjalan dengan baik. Partai Golkar juga berkomitmen memberikan yang terbaik bagi masyarakat kaltim. Terkait konflik, pergantian ketua dprd itu sejatinya adalah hak progratif partai golkar, intinya semua mekanisme (internal dan eksternal) sudah kami jalankan,” kata Rudi Masud.
Saat disinggung mengenai hasil putusan hukum dari Pengadilan Negeri (PN) Samarinda yang mengabulkan sebagian gugatan Makmur HAPK, khususnya terkait mempertahankan posisi ketua dewan, Rudi Masud pun menjawab bahwa hal tersebut adalah dua hal berbeda yang tidak bisa disatukan.