Saat ini sudah dua kampung yang memutuskan menjual biji kakao fermentasi, yaitu dari Kampung Merasa dan Kampung Long Lanuk. Fermentasi Kakao membutuhkan waktu setidaknya seminggu dengan sejumlah perlakuan seperti pengaturan suhu dan pengadukan.
Proses yang lebih rumit ketimbang kakao biasa inilah yang menjadikan harganya lebih mahal, apalagi cita rasa dan aroma yang dikeluarkan dari kakao fermentasi juga berbeda.
Melihat harga dan permintaan kakao fermentasi yang cenderung stabil, warga kampung menilai perlu memiliki alat yang memadai.
Atas kesadaran tersebut, warga Kampung Merasa membangun pengering bersumber energi matahari (solar dryer) secara swadaya untuk membantu proses fermentasi. Petani Kakao Kampung Merasa bersama dengan petani dari lima kampung lainnya juga berhimpun untuk mendirikan kelompok pengawas mutu kakao.
“Anggota kelompok akan memastikan, biji yang dihasilkan petani layak jual atau tidak, dan apakah perlu perbaikan atau perlakukan tambahan lagi,” ujar Lukmansyah.
Hal ini merupakan suatu kemajuan pesat dari petani kakao yang awalnya tidak mempedulikan tanaman kakao, hingga akhirnya kini berorganisasi dan berinovasi.
“Kakao ini adalah komoditas yang potensial, pasar sudah terbuka, tinggal kita bersama yang mendukung kakao Berau go internasional,” kata Gunawan.
(redaksi)