Menurutnya, hal itu dilakukan Risma demi kepentingan publik.
Hasto mengatakan bahwa pasangan calon nomor 3 melakukan pergerakan rakyat tanpa manipulasi.
Dia pun yakin dengan dukungan dari rakyat untuk Ganjar-Mahfud.
"03 ini pergerakannya di tangan rakyat tanpa manipulasi, karena yakin pada jalan kebenaran itu. Maka tiga hari ke depan kami meyakini, setelah kampanye akbar di mana rakyat datang memberikan dukungan kepada Ganjar-Mahfud akan terjadi perubahan psikologis, termasuk mereka-mereka yang sebelumnya mau melakukan intimidasi, jadi ragu-ragu," terang Hasto Kritiyanto.
Sementara itu, mantan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi angkat bicara soal film Dirty Vote dan sosok Dandhy Laksono.
Ia mengimbau masyarakat agar tidak mudah terbawa arus dan mencermati terlebih dahulu fakta-fakta dibaliknya.
Ia menilai film-film Dandhy bukan murni sebuah dokumenter yang menyajikan kritik.
Namun ada sebuah opini yang dipaksakan dan menjurus ke salah satu paslon.
“Dandhy mencoba riding wave (menunggangi) kasus 212 dengan ‘Rayuan Pulau Palsu’ dan lagi-lagi menyerang Pak Jokowi lewat ‘Sexy Killer’. Tapi bukannya kritik yang membangun malah opini yang dipaksakan. Dan sekarang ‘Dirty Vote’, sebuah film yang kabarnya punya echo opini salah satu paslon. Bukannya dokumenter, ini lebih mirip kampanye terselubung ya kelihatannya,” beber Muhammad Lutfi.
Ia juga membeberkan bahwa elemen yang terlibat dalam film ini mulai dari krunya, hingga sutradaranya terang-terangan mendukung capres lain.
Sebagai informasi, dalam film “Dirty Vote” juga meng-highlight pernyataan dari 3 aktivis yang juga berkecimpung dalam bidang hukum yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar dan Feri Amsari.
Ketiganya diketahui merupakan bagian tim percepatan reformasi hukum Mahfud MD saat masih menjabat sebagai Menkopolhukam.
“Berhati-hatilah dengan yang mengklaim sebagai aktivis namun sejatinya pendukung capres lain," pungkasnya. (tim redaksi)