POJOKNEGERI.COM - Film dokumenter berjudul 'Dirty Vote', mengungkap kecurangan pemilu resmi dirilis, Minggu, 11 Februari 2024.
Film berdurasi selama 1 jam 57 detik ini bisa diakses masyarakat via kanal Youtube resmi Dirty Vote.
Dirty Vote berisi dokumenter yang mengupas tuntas tentang sistem dan metode kecurangan yang berpotensi terjadi di Pilpres 2024.
Film ini juga didukung fakta, data, hingga investigasi mendalam termasuk bagaimana lembaga negara juga dilibatkan dalam proses yang merusak tatanan demokrasi Indonesia.
Film dokumenter ini melibatkan tiga ahli hukum ternama, antara lain Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.
Bivitri mengatakan secara umum film Dirty Vote merupakan sebuah rekaman sejarah perihal rusaknya demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, Dirty Vote bercerita tentang dua hal.
Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung.
Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi.
Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis.
Film ini disutradai oleh Dandhy Dwi Laksono yang merupakan sutradara dari film fenomenal Sexy Killers tentang oligarki yang telah menggerogoti sistem demokrasi di Indonesia.
Selain Sexy Killers, film lain bernuansa politik dan sosial yang juga hasil garapan Dandhy antara lain Jakarta Unfair pada tahun 2017 silam.
Sang sutradara berujar kalau film ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat di masa tenang pemilu yang berlangsung selama 3 hari mulai dari tanggal 11 Februari hingga 13 Februari 2024.
"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tapi, hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ucap Dandhy Dwi Laksono.
Namun, film ini menuai reaksi keras dari kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Pasalnya, film ini dinilai terlalu menyudutkan kubu pasangan calon nomor urut 2.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Habiburokhman, menyebut film dokumenter Dirty Vote berisi fitnah.
Ia juga mempertanyakan kebenaran pakar-pakar hukum yang hadir di film tersebut.
"Sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah," jelas Habiburokhman.
Ia juga menyebut film Dirty Vote tak berdasar dan menganggap film itu sengaja dibuat untuk mendegradasi penyelenggaraan Pilpres 2024.
Kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md juga angkat bicara.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menepis anggapan pihaknya melakukan kecurangan.
Hasto awalnya berbicara mengenai komitmen dari kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Menurutnya, pemegang kedaulatan tertinggi adalah rakyat.
Hasto kemudian menjelaskan soal pakta integritas Pj Bupati Sorong Yan Piet Moso.
Hasto kemudian menyinggung penjabat kepala daerah lainnya yang digerakkan di daerah lainnya.
Mengenai menteri PDIP, Hasto juga memberikan penjelasan.
Dia menyebut Menpan-RB Abdullah Azwar Anas mengedepankan kepentingan bangsa.
Selain itu, Hasto menyebut Mensos Tri Rismaharini atau Risma selalu menjaga data mengenai bantuan sosial.
Menurutnya, hal itu dilakukan Risma demi kepentingan publik.
Hasto mengatakan bahwa pasangan calon nomor 3 melakukan pergerakan rakyat tanpa manipulasi.
Dia pun yakin dengan dukungan dari rakyat untuk Ganjar-Mahfud.
"03 ini pergerakannya di tangan rakyat tanpa manipulasi, karena yakin pada jalan kebenaran itu. Maka tiga hari ke depan kami meyakini, setelah kampanye akbar di mana rakyat datang memberikan dukungan kepada Ganjar-Mahfud akan terjadi perubahan psikologis, termasuk mereka-mereka yang sebelumnya mau melakukan intimidasi, jadi ragu-ragu," terang Hasto Kritiyanto.
Sementara itu, mantan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi angkat bicara soal film Dirty Vote dan sosok Dandhy Laksono.
Ia mengimbau masyarakat agar tidak mudah terbawa arus dan mencermati terlebih dahulu fakta-fakta dibaliknya.
Ia menilai film-film Dandhy bukan murni sebuah dokumenter yang menyajikan kritik.
Namun ada sebuah opini yang dipaksakan dan menjurus ke salah satu paslon.
“Dandhy mencoba riding wave (menunggangi) kasus 212 dengan ‘Rayuan Pulau Palsu’ dan lagi-lagi menyerang Pak Jokowi lewat ‘Sexy Killer’. Tapi bukannya kritik yang membangun malah opini yang dipaksakan. Dan sekarang ‘Dirty Vote’, sebuah film yang kabarnya punya echo opini salah satu paslon. Bukannya dokumenter, ini lebih mirip kampanye terselubung ya kelihatannya,” beber Muhammad Lutfi.
Ia juga membeberkan bahwa elemen yang terlibat dalam film ini mulai dari krunya, hingga sutradaranya terang-terangan mendukung capres lain.
Sebagai informasi, dalam film “Dirty Vote” juga meng-highlight pernyataan dari 3 aktivis yang juga berkecimpung dalam bidang hukum yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar dan Feri Amsari.
Ketiganya diketahui merupakan bagian tim percepatan reformasi hukum Mahfud MD saat masih menjabat sebagai Menkopolhukam.
“Berhati-hatilah dengan yang mengklaim sebagai aktivis namun sejatinya pendukung capres lain," pungkasnya. (tim redaksi)