Kasus ini bermula pada 28 Juni 2001 saat PT PLN mengumumkan prakualifikasi proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung yang dibiayai Japan Bank for International Cooperation dan Pemerintah Indonesia.
Untuk mendapatkan tender tersebut, konsorsium Alstom Power Inc yang terdiri dari Alstom Power Inc AS, Marubeni Corp Jepang, dan Alstom Power Energy System Indonesia (ESI) melakukan pendaftaran untuk menjadi salah satu peserta lelang.
Setelahnya, petinggi Alstom Power Inc, David Gerald Rothschild, melalui Development Director Alstom Power ESI, Eko Sulianto, menemui Emir Moies untuk meminta bantuan agar konsorsium Alstom Power Inc memenangkan lelang proyek PLTU.
Beberapa kali pertemuan dilakukan oleh Alstom Power dan Marubeni dengan Emir Moeis baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Emir disebut secara terbuka menanyakan keuntungan finansial apa yang akan didapatnya jika setuju membantu Alstom dalam memenangi proyek PLTU Tarahan.
Kemudian di 6 Mei 2004 konsorsium Alstom Power Inc ditetapkan sebagai pemenang lelang proyek PLTU Tarahan dan menandatangi kontrak “Tarahan Coal Fired Steam Power Plant Project Units 3 & 4 (2 x 100 MW) Nomor 06.PJ/063/PIKITRING SBS/2004, tanggal 26 Juli 2004, Lot-3: Steam Generator & Auxiliaries,” dengan nilai kontrak sebesar 117.281.900.00 dollar AS dan Rp 8.917.468.000,00.
5. Jadi Komisaris anak perusahaan BUMN
Informasi dihimpun, Emir Moeis menjabat sebagai komisaris anak perusahaan BUMN sejak Februari 2021.
Perusahaan itu adalah PT Pupuk Iskandar Muda, anak perusahaan PT Pupuk Indonesia.
Dilansir dari situs resmi perusahaan, PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) memiliki dua unit pabrik pupuk urea dan ammonia, yaitu pabrik PIM-1 dan PIM-2. Pabrik PIM-1 dengan kapasitas produksi Ammonia sebesar 330.000 ton per tahun dan Urea sebesar 570.000 ton per tahun.
Di situs perusahaan itu ada tiga nama komisaris yakni Emir Moeis, kemudian ada Bambang Rantam Sariwanto menjabat Komisaris utama, serta Marzuki Daud sebagai Komisaris Independen.
(redaksi)