Stigma ini dapat membuat penderita enggan meneruskan pengobatan karena takut dihakimi, merasa malu, atau bersalah terhadap diri sendiri.
“Pada banyaknya kasus, saat pengidap melanjutkan pengobatan diiringi dengan adanya stigma, mereka menjadi enggan meneruskan. Padahal penanganannya harus sampai tuntas,” ungkap Baharudin.
Hal ini tentu sangat berdampak pada meningkatnya angka TBC di Samarinda.
Baharudin mendorong seluruh elemen masyarakat untuk meningkatkan perhatian dan mengesampingkan stigma terkait TBC. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, akademisi, media massa, LSM, dan masyarakat diharapkan dapat menanggulangi kasus TBC di Samarinda.
“Semua pihak, baik itu pemerintah, swasta, akademisi, media massa, serta LSM dan masyarakat harus berkolaborasi dalam menanggulangi kasus TBC di Samarinda," pungkasnya.
(Adv/Saber)