NFT juga sebagai bentuk dukungan karya pencipta independen. Beberapa pihak mulai tertarik dengan gagasan pengambilan aset digital yang bisa disalin oleh siapapun dan klaim kepemilikan.
Dengan demikian, hal itu bisa menghasilkan jutawan dan miliarder kripto yang mendiversifikasi kepemilikan bitcoin dari NFT, dan menciptakan peluang usaha di era metaverse.
Ini artinya, penggunaan metaverse adalah pengambilan keputusan cerdas. Ini sangat diperlukan untuk bidang-bidang kehidupan, seperti ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, militer, dan sebagainya.
Dengan kehadiran metaverse ini, Indonesia sudah berani mengambil sikap untuk meningkatkan infrastruktur digital dan virtual. Kemudian sama-sama membangun kesadaran tentang fakta tengah terjadi revolusi internet.
Yang tak kalah penting, sudah harus ada regulasi – kebijakan – peraturan yang spesifik terkait keamanan data. Harus ada kombinasi antara tradisi masyarakat kita, dengan peran pemerintah dalam membangun kesadaran digital dan virtual tadi.
Tarung raksasa teknologi Cina dan AS
Pertarungan dunia internet baik digital maupun virtual berangkat dari ketika Cina memproklamirkan diri mendesain Jalur Sutra Maritim Abad 21 yang bernama Digital Silk Road (DSR).
Tujuannya tak lain adalah menggapai konektivitas komunikasi internasional dan mendorong internasionalisasi perusahaan-perusahaan teknologi Cina yang kian pesat.
Sekadar diketahui, di 2017 saja, bisnis e-commerce Cina memenuhi 42 persen pasar global. Raksasa teknologi Cina seperti Alibaba dan Tancent mengalami kenaikan valuasi, bersaing dengan raksasa perusahaan teknologi AS. Raksasa teknologi Cina mendapat dukungan politik dari Pemerintah Cina.
Hal ini bisa terlihat dari agenda Pemerintah Cina mengembangkan teknologi 5G yang bahkan sudah dipersiapkan 6G, kecerdasan buatan, internet industri, big data dan komputasi awan. “Lembah data besar” Cina kini tengah dibangun di Guiyang, ibukota provinsi Guizhou.
Sejak awal raksasa teknologi Cina sudah menjadi investor utama start-up dan e-commerce di kawasan Asia Tenggara. Bagaimana Alibaba mengoperasikan perusahaan e-commerce berbasis di Singapura, Lazada Group yang menghitung aktif pengguna bulanan tertinggi di Malaysia, Filipina, Vietnam dan Thailand. Tancent dan Didi Chuxing telah membenamkan investasinya di Grab, Go-Jek.
Kemudian Alipay memasuki pasar Asia Tenggara menjajaki pasar pembayaran elektronik. Ant Financial, perusahaan induk Alipay, melakukan campuran yang sedemikian agresif, merger, akuisisi maupun kemitraan.
Di Thailand dengan Ascend Money, di Indonesia bersama Emtek, dan di Filipina dengan Mynt.
Membaca gempuran itu, perusahaan-perusahaan raksasa AS (geng Silicon Valley) Meta, Google, Apple dan Twitter tak mau kalah. Mereka mewarnai persaingan pasar bersaing dalam transaksi digital tersebut. Dan kini Meta mendorong metaverse.
Kemajuan dunia digital yang telah beralih ke virtual harus disikapi Indonesia dengan hati-hati dan bijaksana.
“Bahwa yang terpenting adalah bagaimana kita mendapat keuntungan ataupun kerugian, winner or looser, selalu sekali lagi tergantung dari sikap, kebijakan dan kemauan politik dari pemerintah yang berkuasa di suatu negara.”
Ditulis oleh Sonny Majid, Pembelajar dari Lingkar Kaji Isu-Isu Strategis
(redaksi)