Selama lockdown, karena tidak ada virus yang mengancam di kampung, mereka bebas beraktivitas. Kebanyakan memilih bertani. Mina bercerita, “Contohnya, Masyarakat Adat Sakai yang tinggal di kawasan Bengkalis, Riau. Tanah mereka hampir habis karena ditanami kelapa sawit. Tanah yang tersisa kualitasnya juga kurang baik. Menyesuaikan kondisi tanah tersebut, mereka kemudian menanam Semangka dan panen hingga 2 ton. Tentara yang berjaga di daerah itu membeli satu truk semangka dari mereka.”
Satya yang cukup sering berkunjung ke kampung adat mengamati bahwa hidup masyarakat adat sangat tergantung pada alam. Menurutnya, hidup mereka baik-baik saja sebelum pariwisata dikembangkan.
“Mereka yang hidup di gunung akan bertani, sedangkan yang hidup di pesisir akan menangkap ikan. Ini sudah dilakukan secara turun-temurun.” katanya.
4. Ritual adat untuk jaga lingkungan
Setiap komunitas Masyarakat Adat mempunyai kearifan lokal tersendiri, termasuk berbagai ritual, yang selalu berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
Misalnya, ritual Sasi Ikan Lompa di Maluku Tengah. Dengan ritual itu, ikan lompa (sejenis sardin) tidak boleh diganggu selama satu tahun. Ketika sasi dibuka, yaitu saat pemangku adat menyatakan ikan lompa sudah cukup umur untuk diambil, barulah masyarakat boleh menangkapnya.
“Ini merupakan salah satu kearifan lokal untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Ikan dibiarkan hidup agar bisa berkembang biak, baru kemudian dipanen bersama,” kata Mina.
Masyarakat adat Dayak Iban yang tinggal di Sungai Utik, Kalimantan Barat, memiliki ritual Mali Umai. Ritual ini dilakukan dengan memanggil leluhur untuk membasmi hama.
“Ketika tanaman di ladang sudah mulai tumbuh, mereka mengadakan ritual Mali Umai. Selama tiga hari berturut-turut tidak ada orang yang boleh melintasi wilayah tersebut, karena pada saat itu leluhur sedang membersihkan tanaman dari hama. Kalau kita lewat, kita bisa dianggap hama. Ritual ini dilakukan untuk menjaga lingkungan. Mereka tidak memerlukan pestisida untuk mengusir hama,” cerita Mina.
Hanya saja, Mina menegaskan, kearifan lokal Masyarakat Adat tidak akan bertahan, kalau wilayah adatnya hilang. Saat hutan menghilang, kearifan lokal juga lenyap, karena kearifan itu banyak berhubungan dengan hutan, dan dilakukan di hutan.
“Jika hutan tak ada lagi, ritual-ritual itu akan dilakukan di mana?” kata Mina.
Meski ritual adat tetap dijalankan, bukan berarti Masyarakat Adat menolak kemajuan dunia medis, termasuk vaksin. AMAN sedang bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk memudahkan akses vaksinasi bagi Masyarakat Adat.
“Kami mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk memfasilitasi agar Masyarakat Adat bisa divaksinasi. Karena, Masyarakat Adat sadar, di samping ritual, juga diperlukan usaha dan tindakan agar terhindar dari ancaman pandemi. Saat ini banyak Masyarakat Adat yang sudah divaksinasi atau sedang dalam proses untuk mendapat vaksin,” kata Mina.
5. Berjuang demi pengakuan hak
Selama lebih dari 20 tahun komunitas Masyarakat Adat berjuang untuk mendapatkan pengakuan atas hak mereka. Saat ini RUU Masyarakat Adat sudah berada di tangan DPR. Namun, hingga kini belum juga disahkan, meski perjuangan itu sudah dikoordinasi bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), termasuk AMAN. Hingga kemudian dibentuklah Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat untuk mendorong agar RUU tersebut segera disahkan.
UU Masyarakat Adat merupakan hal yang sangat penting dalam melindungi Masyarakat Adat secara hukum, karena selama ini mereka kerap mengalami kekerasan, ketidakadilan, dan konflik. Di samping itu masyarakat secara luas juga akan mendapatkan manfaat dari UU Masyarakat Adat. Salah satunya, kita akan mendapatkan manfaat dari lingkungan hidup yang terjaga dengan baik.
“Kami percaya, iklim kita akan bisa dijaga, jika praktik-praktik pengetahuan lokal yang diterapkan oleh Masyarakat Adat tetap dipertahankan. Selain itu, UU Masyarakat Adat akan mempertegas status ke-Indonesia-an kita yang mengusung keberagaman,"
"Tak bisa dibayangkan, bagaimana Indonesia, jika tanpa Masyarakat Adat. Karena begitu pentingnya keberadaan Masyarakat Adat ini, kami juga berharap agar negara segera membentuk lembaga independen yang khusus mengurus Masyarakat Adat. Dengan begitu, ada yang mengkoordinasikan program-program negara dalam melaksanakan pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak Masyarakat Adat, sehingga sektoralisme selama ini bisa diatasi,” kata Erasmus.
Masyarakat Adat berperan penting dalam menjaga ekosistem dan keharmonisan alam. Tanpa mereka, tidak ada yang menjadi garda terdepan dalam menjaga hutan yang merupakan sumber pangan, air bersih, dan udara segar yang kita hirup setiap hari.
(redaksi)