POJOKNEGERI.COM - Konferensi pers bersama beberapa media dilakukan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur dan Utara (Kanwil DJP Kaltimtara) pada Kamis (15/7/2021).
Dalam konferensi pers DJP Kaltimtara itu menginformasikan mengenai pelimpahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kasus penggunaan Faktur Pajak Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya (TBTS).
Diberitahukan bahwa tersangka beserta barang bukti telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
Max Darmawan, Kepala kantor wilayah DJP Kaltimtara mengatakan bahwa pengunkapan ini merupakan tindak lanjut pidana di bidang perpajakan.
Kasus TBTS ini diduga dilakukan oleh MN, Direktur PT EMI dan PT NRJM, serta HS, karyawan lepas PT EMI dan PT NRJM. Kedua perusahaan tersebut terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Pratama Samarinda Ulu.
Selama Masa Pajak Januari 2013 hingga Masa Pajak September 2015, MN dan HS telah menggunakan Faktur Pajak TBTS, yang merugikan pendapatan negara sekitar Rp11,63 miliar.
"Perkara Pidana atas Tersangka MN MN diduga telah melakukan penggelapan pajak dengan cara menggunakan Faktur Pajak fiktif dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehingga pajak yang disetorkan ke negara menjadi lebih kecil dari yang seharusnya," jelas Max Darmawan.
Modus yang diungkap adalah MN melakukan transaksi jual beli bahan bakar jenis solar melalui PT EMI dan PT NRJM tanpa dokumen yang sah, seperti surat jalan, invoice, dan faktur pajak.
MN diduga telah melanggar Pasal 39A huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU KUP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
"Yaitu dengan sengaja menggunakan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, dengan kerugian pada pendapatan negara dari sektor perpajakan diperkirakan sebesar Rp6,53 miliar," kata Max Darmawan.
Atas pelanggaran tersebut, MN dapat dikenai sanksi pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama enam tahun. Denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam Faktur Pajak dan paling banyak enam kali jumlah pajak dalam Faktur Pajak.
Selanjutnya, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur akan melanjutkan kasus kasus penggunaan Faktur Pajak Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya (TBTS) ini.
(redaksi)