"Karena sesuai PP/12/2018 tentang tata tertib DPRD kabupaten/kota dan diturunkan melalui tata tertib DPRD Samarinda nomor 1 tahun 2019. Pembahasan Raperda RTRW wajib dihadiri 2 per 3. Masalahnya, poin 2 per 3-nya tidak terpenuhi, sehingga sifatnya tidak kuorum (menentukan putusa). Kemudian bagaimana? Maka rapat tidak bisa dilanjutkan," paparnya.
Karena batal dan tidak sahnya paripurna tersebut, maka dengan batas limitasi dan legitimasi yang ada, pemerintah lantas mengambil keputusan untuk mengesahkannya. Hal itu dilakukan atas dasar PP/1/2021 dan atas dasar Permendagri.
"Pada pokoknya, mengatur tentang diperbolehkannya wali kota mengesahkan sepihak dengan dibikinnya berita acara karena gagalnya paripurna mengambil keputusan. Ini sudah disinkronisasi dengan provinsi," tekannya.
"Ini enggak bisa kita tunda. Kecuali ada kepentingan di luar kepentingan bangsa dan negara," pungkasnya.
(redaksi)