POJOKNEGERI.COM - Tak kurang ada 6 partai politik di luar parlemen yang saat ini sedang dalam pembahasan untuk presidential threshold atau ambang batas pencalonan calon presiden di Pilpres 2024.
Pembahasan dari 6 partai politik itu diwujudkan dalam pertemuan yang dilakukan.
Ke-6 partai politik itu adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Bulan Bintang (PBB), Hanura, Perindo, Garuda dan Partai Keadilan Persatuan (PKP).
Pertemuan dari kalangan partai di luar parlemen itu disampaikan Plt. Sekjen PSI, Dea Tunggaesti lewat unggahan di akun Instagram pribadinya, Kamis (23/2/2022).
"Selain untuk silaturahmi, pertemuan ini juga membahas wacana koalisi untuk mengajukan Judicial review yang salah satunya adalah mengenai presidential threshold untuk pemilu 2024," kata Dea.
Disayangkan Dea, banyak suara partai pada Pemilu 2019 lalu yang terbuang.
Dalam catatannya, enam partai ditambah satu partai lain, Berkarya pada Pemilu 2019 mencapai 13,6 juta suara.
Akan tetapi, kata Dea, suara itu terbuang sia-sia akibat aturan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebanyak 4 persen.
"Perlu diketahui, tujuh partai politik termasuk Berkarya secara keseluruhan memperoleh suara sah hampir 13,6 juta suara, di mana suara sah tersebut terbuang sia-sia. Hal inilah yang harus kita perjuangkan bersama," katanya.
Dikutip dari Kompas.com, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak menerima permohonan enam perkara gugatan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Majelis hakim MK menyatakan, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut, sehingga permohonan tidak dapat diterima.
"Amar putusan. Mengadili menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan tersebut di Gedung MK yang disiarkan secara daring, Kamis (24/2/2022).
Menurut Mahkamah, persoalan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan berkontestasi dalam pemilu tidak berkolerasi dengan normal Pasal 222 UU 7/2017.
Adapun pasal itu berbunyi "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."
Mahkamah berpendapat, pasal tersebut tidak membatasi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berhak mengikuti pemilu.
Karena itu, Mahkamah menyatakan tidak ada kerugian konstitusional yang dialami para pemohon dengan berlakunya Pasal 222 UU 7/2017.
Selain itu, tidak ada hubungan sebab-akibat norma Pasal 222 UU 7/2017 dengan hak konstitusional pemohon sebagai pemilih dalam pemilu.
Dalam putusan mengenai ambang batas pencalonan presiden ini, empat hakim mengajukan pendapat yang berbeda (dissenting opinion), yaitu Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Saldi Isra.
Hakim konstitusi Manahan MP Sitompul dan Enny Nurbaningsih berpendapat, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan mengenai ketentuan presidential threshold.
Namun demikian, pokok permohonan dinilai tidak beralasan menurut hukum.
"Mahkamah berpendirian bahwa mendasarkan syarat perolehan suara (kursi) partai politik di DPR dengan persentase tertentu untuk dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah tidak bertentangan dengan konstitusi," ujar Manahan.
Adapun hakim konstitusi Suhartoyo dan Saldi Isra berpendapat pemohon memiliki kedudukan hukum dan dalam pokok permohonan beralasan menurut hukum.
Suhartoyo dan Saldi Isra menyatakan, permohonan pemohon dikabulkan.
Dalam pembacaan putusan ini, salah satu perkara yang diputus adalah gugatan yang diajukan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Ada pula perkara yang diajukan politikus Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono serta anggota DPD RI Tamsil Linrung, Edwin Pratama Putra, dan Fahira Idris.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)