Pasal 10
(1) Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. (2) Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kehendak bebas" adalah kehendak yang lahir dari niat yang suci tanpa paksaan, penipuan, atau tekanan apapun dan dari siapapun terhadap calon suami dan atau calon isteri.
"Berdasarkan ketentuan Pasal 10 UU HAM tersebut secara jelas menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat dilangsungkan dengan adanya kehendak bebas (tanpa paksaan, penipuan, atau tekanan dari pihak manapun) dari calon pasangan, oleh karena itu, sejatinya perkawinan (beda agama) merupakan bagian dari hak kodrati yang melekat pada diri seseorang yang tidak dapat dipaksakan oleh negara melalui perangkat hukum yang dibentuknya dan terhadap Pasal 2 ayat (1) dalam perkara a quo bahwa perkawinan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu seharusnya dimaknai sebagai pilihan bagi calon pasangan yang akan melangsungkan perkawinan beda agama untuk menentukan secara bebas akan tunduk pada hukum agama dan kepercayaannya tertentu dalam melangsungkan perkawinannya," urai Ramos Petage.
Permohonan judicial review itu didaftarkan secara online dan kini diproses di kepaniteraan MK.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)