Oleh karenanya, kelompok-kelompok yang dianggap sebagai “kanan” akan mengalami kesulitan untuk memutuskan mendukung pasangan Anies-Cak Imin. Kita lihat saja, kelompok-kelompok yang dicap “kanan” ini di banyak media mulai menyuarakan untuk mendukung pasangan lain, di luar Anies-Cak Imin.
Meskipun saya tahu, siapa yang menggerakan kelompok-kelompok “Islam garis keras” ini. Mereka akan bekerja by desain, sesuai instruksi bandarnya. Kapan “tombolnya” dipencet kelompok ini akan segera bergerak. Oleh karena itu, saya secara subjektif berpendapat PKS tidak akan bergabung dengan koalisi Partai Nasdem – PKB.
Kembali lagi, jika Anies-Cak Imin adalah paket di luar dugaan “si pengocok kartu” maka bakal capres lainnya harus mengambil figur cawapres yang “kental” dengan aliran “Politik Islam.” Bagaimana jika tidak demikian? Jalan terakhir adalah menggerakkan aparat pemerintah, namun ini sebatas dugaan ya…!
Banyak dari penjabat (Pj) kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang daerah-daerahnya menggelar pilkada, didominasi oleh pensiunan aparatur negara, adapula aparatur pemerintah aktif khususnya Pj gubernur.
Kemudian, menjegal aliran “logistik” dari para bandar ke figur Anies – Cak Imin. Meski skema jegal logistik bisa saja dinamis, jika “pengocok kartu” pada akhirnya mengambil jalan “kompromi politik.” Dalam politik biasa terjadi.
Ya, sudah, ini sebatas uneg-uneg, berharap agar saling menghujat-menghina antar-sesama kader NU dihentikan.
Ditulis oleh Sonny Majid, Pembelajar dari Lingkar Kaji Isu-Isu Strategis
(*)