POJOKNEGERI.COM - Pengamat politik dari Universitas Pamulang (Unpam) Sonny Majid menuliskan opininya tentang bakal calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan yakni Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Dalam tulisannya yang berjudul "Cak Imin yang diserang bertubi-tubi", Sonny Majid mengatakan Cak Imin sebagai bakal cawapres Anies dijadikan sasaran tembak.
"Setelah berhasil “mengkanalisasi” Anies Baswedan agar tetap mudah “dikendalikan” oleh “pemegang kartu,” masuk pada skenario kedua, yaitu menjadikan sosok Cak Imin sebagai “kawan yang dijadikan sasaran tembak.” kata dosen Universitas Pamulang (Unpam) ini dalam opininya.
Ia mengatakan Mendegradasi Cak Imin sama halnya menyerang Anies, karena sementara ini mereka sepaket sebagai bakal capres – cawapres yang telah diusung oleh Partai Nasdem dan PKB.
Untuk lebih lengkapkapnya, simak berikut tulisan Sonny Majid:
Cak Imin yang diserang bertubi-tubi
Setelah berhasil “mengkanalisasi” Anies Baswedan agar tetap mudah “dikendalikan” oleh “pemegang kartu,” masuk pada skenario kedua, yaitu menjadikan sosok Cak Imin sebagai “kawan yang dijadikan sasaran tembak.” Mendegradasi Cak Imin sama halnya menyerang Anies, karena sementara ini mereka sepaket sebagai bakal capres – cawapres yang telah diusung oleh Partai Nasdem dan PKB.
Serangan-serangan kepada Cak Imin sebenarnya, bisa dianggap sebagai bentuk kampenye negatif atau kampanye hitam. Namun, karena alasan belum memasuki tahapan kampanye, maka dalih itu menjadi legitimasi.
Serangan kepada Cak Imin, sangat berbeda dengan Anies, mungkin karena figur baru dalam konstalasi pencapresan, alias masih “panas,” serangannya dari seluruh penjuru mata angin. Mulai dari isu pengkhianatan, kardus durian, dan kudeta PKB. Sebuah pendidikan politik yang buruk.
Tragisnya, justru serangan yang amat mencolok datang dari kalangan internal sesama kader NU. Yang pada akhirnya mempertontonkan kelas berpolitik kader-kader NU itu sendiri. Inilah yang terkadang “disusupi” maupun “diadu domba” pihak-pihak di luar NU.
Di sisi lain, ada yang beranggapan NU “disusupi – diadu domba” adalah sebuah kewajaran, karena NU secara jamaah maupun jam’iyyah sangat besar. “Kalau melawan NU, pasti dapat benefit” begitu kira-kira kata seorang rekan kepada saya.
Anehnya lagi, justru pihak-pihak yang menyuarakan agar “dagelan” itu dihentikan, justru tidak menjadi isu menarik. Hanya tersiar dalam diskusi-diskusi atau obrolan-obrolan santai di kalangan internal kader-kader NU.
Padahal saya yakin, kaderisasi internal yang dilakukan NU, secara struktural termasuk badan-badan otonom (banom) lembaga-lembaga yang bernaung di bawah bendera NU, termasuk kelompok kultural NU, mengajarkan tentang “politik kebangsaan – politik kemanusiaan” bahkan menjadi doktrin. Implementasinya bagaimana? Silahkan diamati sendiri.
Ah, sudahlah… nanti saya dianggap terlalu tegang, sementara NU juga selalu mengajarkan tentang politik penuh humor, penuh candaan.
Bang, kok Cak Imin diserang terus ya? Begitulah banyak pertanyaan yang diajukan. Saya hanya menjawab: ini bagian dari skenario, kalau kita ambil sisi positifnya, justru serangan-serangan atas sosok Cak Imin ini, secara tidak langsung menguji kesolidan kader-kader NU yang memilih jalur politik.
Jika Anies-Cak Imin adalah paket di luar dugaan “si pengocok kartu” maka, paket ini punya potensi menang, karena dianggap mampu mengonsolidasi “politik Islam.” Dengan paket Anies-Cak Imin, maka diperkirakan suara kultural warga Muhammadiyah – Nahdliyyin bisa menyatu.
Sebagaimana yang saya pahami, secara subjektif, dalam perjalanan pemilu di Indonesia, belum ada yang mampu mengalahkan kekuatan “politik Islam.”
Keuntungan lain mengambil Cak Imin, cap “Islam Kanan” sebagai residu Pilgub 2017 silam atas Anies runtuh dengan sendirinya. Sebab Cak Imin diasosiasikan “Islam Moderat.” Oleh karena itu saya berkeyakinan, PKB sebagai mesin partai akan banyak menggelar program bernuansa “kesebangsaan” untuk mengimbangi stigma “Islam kanan” yang ada pada Anies Baswedan.
Oleh karenanya, kelompok-kelompok yang dianggap sebagai “kanan” akan mengalami kesulitan untuk memutuskan mendukung pasangan Anies-Cak Imin. Kita lihat saja, kelompok-kelompok yang dicap “kanan” ini di banyak media mulai menyuarakan untuk mendukung pasangan lain, di luar Anies-Cak Imin.
Meskipun saya tahu, siapa yang menggerakan kelompok-kelompok “Islam garis keras” ini. Mereka akan bekerja by desain, sesuai instruksi bandarnya. Kapan “tombolnya” dipencet kelompok ini akan segera bergerak. Oleh karena itu, saya secara subjektif berpendapat PKS tidak akan bergabung dengan koalisi Partai Nasdem – PKB.
Kembali lagi, jika Anies-Cak Imin adalah paket di luar dugaan “si pengocok kartu” maka bakal capres lainnya harus mengambil figur cawapres yang “kental” dengan aliran “Politik Islam.” Bagaimana jika tidak demikian? Jalan terakhir adalah menggerakkan aparat pemerintah, namun ini sebatas dugaan ya…!
Banyak dari penjabat (Pj) kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang daerah-daerahnya menggelar pilkada, didominasi oleh pensiunan aparatur negara, adapula aparatur pemerintah aktif khususnya Pj gubernur.
Kemudian, menjegal aliran “logistik” dari para bandar ke figur Anies – Cak Imin. Meski skema jegal logistik bisa saja dinamis, jika “pengocok kartu” pada akhirnya mengambil jalan “kompromi politik.” Dalam politik biasa terjadi.
Ya, sudah, ini sebatas uneg-uneg, berharap agar saling menghujat-menghina antar-sesama kader NU dihentikan.
Ditulis oleh Sonny Majid, Pembelajar dari Lingkar Kaji Isu-Isu Strategis
(*)