Tim advokasi JR UU Minerba menganggap bahwa hakim Mahkamah Konstitusi seharusnya mengenal adanya hukum progresif yang fungsinya mendorong penegakkan hak asasi manusia. Dalam hal kewenangan pemerintah daerah yang dicabut, tim advokasi menyoroti partisipasi publik yang hilang karena adanya perubahan kewenangan dari daerah ke pusat.
“Bu Aini sudah menjelaskan bahwa sebagai warga negara, Ia kehilangan hak seperti penghilangan sumber kehidupan. Lalu terkait pencabutan kewenangan pemerintah daerah, akhirnya akses masyarakat untuk mengawasi sudah tidak ada lagi di tingkat daerah. Saat ini, ketika warga mengadukan kerugian akibat pertambangan, bupati dan gubernur menolak untuk membantu masyarakat dengan alasan kewenangannya dicabut pemerintah pusat. Apakah kita ingin seperti warga Toba, Sumatera Utara yang harus berjalan menempuh ribuan kilometer untuk berjumpa Presiden? Bayangkan jika warga Papua, Jawa Timur, dan Bangka Belitung harus mengadu ke Jakarta,” ungkap Muhammad Isnur, kuasa hukum pemohon dari YLBHI.
“Kuasa hukum akan memperbaiki poin-poin yang menjadi nasehat hakim. Hakim sudah menyampaikan bahwa kita mempunyai waktu 14 hari untuk perbaikan. Kita akan memperbaiki di sidang 23 Agustus nanti. Tanggal 22 Agustus sore, kita akan submit perbaikannya. Kita berharap setelah tanggal 23 sidang perbaikan, mudah-mudahan dilanjutkan,” tutup Lasma Natalia.
(redaksi)