Program Nuklir Iran dan Dinamika Konflik Rahasia dengan Israel

POJOKNEGERI.COM – Ketegangan antara Israel dan Iran selama lebih dari satu dekade terakhir tidak hanya berlangsung melalui jalur diplomatik dan retorika politik, tetapi juga melalui serangkaian insiden yang oleh media internasional dan analis keamanan sebut sebagai perang bayangan. Konflik ini mencakup dugaan operasi intelijen, serangan siber, serta kematian sejumlah ilmuwan nuklir Iran.
Pemerintah Israel secara konsisten menolak memberikan komentar resmi terkait tuduhan keterlibatan badan intelijennya, Mossad. Sementara itu, Iran berulang kali menuding Israel berada di balik serangan-serangan tersebut. Hingga kini, sebagian besar insiden tersebut tidak pernah diklaim secara terbuka oleh pihak mana pun.
Latar Belakang Program Nuklir Iran
Iran menyatakan program nuklirnya bertujuan damai, khususnya untuk pembangkit listrik dan penelitian medis. Pernyataan ini Teheran sampaikan kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Namun, laporan IAEA dan temuan intelijen negara Barat, sebagaimana pemberitaan Reuters dan BBC, mencatat aktivitas pengayaan uranium Iran yang melampaui batas kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA), terutama setelah Amerika Serikat keluar dari perjanjian tersebut pada 2018.
Israel memandang potensi senjata nuklir Iran sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasionalnya. Sejumlah pejabat Israel, termasuk perdana menteri dan menteri pertahanan dalam berbagai periode, menyatakan bahwa Israel tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir.
Kematian Ilmuwan Nuklir Iran
Sejak 2007, beberapa ilmuwan Iran yang berkaitan dengan program nuklir tewas dalam berbagai insiden. Media internasional mencatat adanya pola serangan yang relatif serupa, meskipun penyebab resmi sering kali berbeda.
Menurut laporan Reuters, BBC, dan The New York Times, beberapa kasus yang paling banyak menjadi sorotan antara lain:
Ardeshir Hosseinpour (2007)
Ilmuwan di bidang fisika nuklir yang bekerja di fasilitas Isfahan. Pemerintah Iran menyatakan ia meninggal akibat kecelakaan laboratorium. Namun, laporan media Barat kemudian mengutip sumber intelijen yang menyebut kemungkinan paparan zat beracun. Klaim ini tidak pernah terkonfirmasi secara independen.
Masoud Ali Mohammadi (2010)
Profesor fisika teoretis yang tewas akibat ledakan bom yang ditempatkan pada sepeda motor di dekat rumahnya di Teheran. Pemerintah Iran menyebut peristiwa itu sebagai aksi teror.
Majid Shahriari (2010)
Ilmuwan yang terlibat dalam riset pengayaan uranium. Ia tewas akibat bom magnetik yang ditempelkan ke mobilnya, metode yang kemudian muncul kembali dalam beberapa kasus lain.
Fereydoun Abbasi-Davani (2010)
Selamat dari serangan serupa dan kemudian diangkat menjadi kepala Organisasi Energi Atom Iran (AEOI).
Mostafa Ahmadi Roshan (2012)
Pejabat fasilitas Natanz yang tewas akibat bom magnetik. Kasus ini kembali memicu tuduhan Teheran terhadap Israel.
Mohsen Fakhrizadeh (2020)
Ilmuwan senior yang disebut The New York Times sebagai tokoh penting dalam proyek nuklir Iran. Ia tewas dalam serangan di dekat Teheran. Iran menyatakan serangan itu menggunakan teknologi canggih. Israel menolak berkomentar.
Israel tidak pernah mengakui keterlibatan dalam kematian para ilmuwan tersebut.
Serangan Siber Stuxnet
Salah satu operasi paling terdokumentasi adalah serangan siber Stuxnet pada 2010. Menurut laporan investigasi The New York Times, Washington Post, dan analisis pakar keamanan siber, Stuxnet merupakan malware yang dirancang untuk merusak sentrifugal pengayaan uranium di fasilitas Natanz.
Stuxnet menyusup ke sistem kontrol industri dan menyebabkan kerusakan fisik pada mesin, sambil menampilkan data palsu kepada operator. Serangan ini diakui secara luas oleh pakar sebagai senjata siber pertama yang menimbulkan kerusakan nyata pada infrastruktur industri.
Amerika Serikat dan Israel tidak pernah mengeluarkan pengakuan resmi, tetapi mantan pejabat AS yang media internasional beritakan mengonfirmasi keterlibatan kedua negara.
Insiden di Fasilitas Nuklir
Selain Stuxnet, fasilitas nuklir Iran mengalami sejumlah insiden lain, termasuk ledakan dan kebakaran di Natanz dan Isfahan pada 2020–2022. Pemerintah Iran menyebut insiden tersebut sebagai kecelakaan teknis.
Namun, menurut Reuters dan analis keamanan internasional, rangkaian kejadian tersebut menimbulkan dugaan adanya sabotase terkoordinasi, meskipun tidak ada bukti publik yang secara langsung menunjuk pelaku.
Analisis Umum
Para pengamat menilai rangkaian serangan terhadap individu dan infrastruktur nuklir Iran bertujuan memperlambat kemajuan teknologi Teheran tanpa memicu perang terbuka. Strategi ini efektif dalam jangka pendek, tetapi berisiko meningkatkan eskalasi regional.
Hingga kini, konflik Israel–Iran tetap berlangsung dalam bentuk perang bayangan yang sulit terverifikasi secara terbuka. Ketidakjelasan klaim dan penyangkalan resmi dari berbagai pihak membuat isu ini terus menjadi perhatian utama dalam dinamika keamanan Timur Tengah.
(*)
