Selain itu, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
"Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap," bunyi Pasal 59 ayat (2).
PKWT yang tak memenuhi ketentuan pada ayat (1) dan (2) menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) demi hukum.
Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Tak hanya itu, dipaparkan juga perihal perjanjian kerja berakhir hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu. Hal itu dirinci dalam Pasal 61 ayat (1) huruf a sampai e, yakni:
a. Pekerja/Buruh meninggal dunia;
b. Berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja;
c. Selesainya suatu pekerjaan tertentu;
d. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
e. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya Hubungan Kerja.
Selain itu, ditegaskan bahwa perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
"Dalam hal terjadi pengalihan Perusahaan, hak-hak Pekerja/Buruh menjadi tanggung jawab Pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak Pekerja/Buruh," demikian bunyi Pasal 61 ayat (3).
Kemudian dalam ayat (5) dijelaskan bahwa dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Soal Pengupahan
Pada Pasal 88 ayat (2) dijelaskan bahwa Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak Pekerja/Buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Kemudian ayat (3) merinci kebijakan pengupahan yang dimaksud, meliputi:
a. Upah minimum;
b. struktur dan skala upah;