Kaltim

Perpanjang Masa Kerja Pansus Raperda Pendidikan, DPRD Kaltim Optimis Rampung Akhir Tahun

POJOKNEGERI.COM  – Masa kerja Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pendidikan diperpanjang selama satu bulan ke depan.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Langkah ini diambil lantaran masih ada sejumlah tahapan penting yang harus dituntaskan sebelum raperda tersebut ditetapkan menjadi peraturan daerah (perda).

Ketua Pansus Penyelenggaraan Pendidikan, Sarkowi V Zahry, mengatakan perpanjangan waktu itu disetujui dalam rapat internal DPRD Kaltim setelah mempertimbangkan progres pembahasan yang belum sepenuhnya rampung. Ia menegaskan bahwa Pansus tetap bekerja maksimal agar seluruh proses penyusunan regulasi ini selesai sesuai target.

“Perpanjangan ini kami ajukan karena masih ada tiga tahapan krusial yang harus kami rampungkan. Kami optimistis semua bisa selesai dalam waktu satu bulan,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPRD Kaltim, Selasa (21/10/2025).

Sarkowi menjelaskan, tiga tahapan yang dimaksud meliputi uji publik, fasilitasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan penetapan melalui rapat paripurna DPRD Kaltim.

Tahap pertama, yakni uji publik, dijadwalkan berlangsung pada 12 November 2025, dan akan melibatkan berbagai unsur masyarakat seperti akademisi, praktisi pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, hingga organisasi profesi guru.

“Uji publik ini penting karena akan memperkuat substansi perda. Kami ingin melibatkan banyak pemangku kepentingan agar regulasi yang dihasilkan benar-benar responsif terhadap kebutuhan pendidikan di Kaltim,” jelasnya.

Menurut Sarkowi, pelibatan publik dalam proses penyusunan perda bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari komitmen DPRD untuk memastikan setiap aturan yang dibuat mencerminkan aspirasi masyarakat dan realitas di lapangan.

“Pendidikan itu bukan hanya urusan pemerintah. Banyak elemen yang terlibat, mulai dari guru, orang tua, sampai pelaku industri. Semua harus didengar,” tambahnya.

Lebih jauh, Sarkowi mengungkapkan bahwa Perda Nomor 16 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pendidikan yang masih berlaku saat ini sudah tidak lagi relevan dengan kondisi kekinian. Banyak aspek di lapangan yang sudah berubah drastis, baik dari sisi kebijakan nasional maupun karakter masyarakat.

“Perda lama belum cukup sensitif terhadap dinamika sosial dan perubahan sistem pendidikan nasional. Saat ini Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) juga sedang direvisi di DPR RI, jadi kita tidak boleh tertinggal,” paparnya.

Ia mencontohkan, kebijakan kurikulum merdeka belajar, sistem zonasi sekolah, hingga penerapan digitalisasi pendidikan belum sepenuhnya diakomodasi dalam perda lama. Padahal, ketiga isu tersebut sudah menjadi tantangan utama di daerah.

“Regulasi baru ini diharapkan bisa menjadi payung hukum yang lebih adaptif dan kontekstual. Kita ingin perda yang tidak hanya mengatur, tapi juga mendorong inovasi pendidikan di daerah,” tegasnya.

Koordinasi dengan Kemendagri dan Stakeholder Nasional

Pansus disebut telah berkoordinasi langsung dengan pihak Kemendagri untuk mendapatkan arahan terkait sinkronisasi aturan antara daerah dan pusat. Hal ini dilakukan agar perda baru tidak tumpang tindih dengan kebijakan nasional, terutama dalam hal kewenangan pemerintah daerah terhadap pengelolaan sekolah, guru, dan anggaran pendidikan.

“Kami sudah sampaikan draft awal ke Kemendagri untuk mendapat masukan. Ada beberapa poin yang perlu disesuaikan, misalnya terkait standar layanan minimal pendidikan dan pembagian kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota,” terang Sarkowi.

Selain Kemendagri, DPRD Kaltim juga menjalin komunikasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim, Biro Hukum Setda Provinsi, serta beberapa perguruan tinggi yang menjadi mitra dalam penyusunan kajian akademik raperda tersebut.

Melalui perda baru ini, DPRD Kaltim berharap penyelenggaraan pendidikan di provinsi kaya sumber daya alam ini dapat berjalan lebih merata, inklusif, dan berkualitas. Salah satu fokus utama yang dibahas dalam naskah raperda ialah penguatan akses pendidikan bagi wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), serta peningkatan kompetensi tenaga pendidik di daerah-daerah terpencil.

“Kami ingin perda ini bukan hanya soal administrasi pendidikan, tapi juga bicara keadilan akses. Masih banyak anak-anak di perbatasan dan pedalaman yang kesulitan sekolah. Ini harus jadi perhatian,” kata Sarkowi.

Ia menambahkan, raperda juga akan menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam pembiayaan pendidikan melalui skema alokasi anggaran minimal 20 persen dari APBD, sesuai dengan amanat konstitusi.

“Pendidikan harus menjadi prioritas, bukan beban. Karena dari sinilah kualitas sumber daya manusia kita dibentuk,” ucapnya.

DPRD Kaltim menargetkan seluruh tahapan pembahasan raperda tuntas sebelum akhir Desember 2025. Dengan demikian, perda baru tentang penyelenggaraan pendidikan dapat segera diimplementasikan mulai tahun anggaran 2026.

“Kita tidak ingin molor terlalu lama. Semua tahapan sudah kami jadwalkan dengan ketat. Begitu fasilitasi Kemendagri selesai, langsung kita bawa ke paripurna untuk disahkan,” ujar Sarkowi.

Menurutnya, pembahasan Raperda Penyelenggaraan Pendidikan ini menjadi salah satu prioritas utama dalam program legislasi daerah (Prolegda) 2025. DPRD ingin memastikan regulasi pendidikan di Kaltim sejalan dengan arah pembangunan sumber daya manusia nasional.

Meski masih ada sejumlah catatan teknis yang harus disempurnakan, DPRD optimistis perda baru ini akan menjadi fondasi hukum yang visioner bagi masa depan pendidikan di Kalimantan Timur.
Selain menjamin hak warga untuk memperoleh layanan pendidikan bermutu, perda ini juga diharapkan membuka ruang bagi kolaborasi dengan sektor swasta dan lembaga masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan.

“Kalau bicara pendidikan, kita bicara masa depan Kaltim. Karena itu, perda ini harus punya visi jangka panjang. Tidak boleh hanya menyesuaikan hari ini, tapi juga menyiapkan generasi 10–20 tahun ke depan,” tutup Sarkowi.

Dengan perpanjangan masa kerja selama sebulan, DPRD Kaltim berupaya agar raperda ini benar-benar matang sebelum disahkan. Bukan sekadar menggugurkan kewajiban legislasi, tetapi menghadirkan aturan yang bisa menjadi pedoman nyata bagi dunia pendidikan di Bumi Etam.

(*)

Show More

Related Articles

Back to top button