Penataan Pasar Pagi, Pemkot Samarinda Siapkan Lorong Cantik Menuju Masjid Raya
POJOKNEGERI.COM – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda kini tengah memusatkan perhatian pada penataan kawasan sekitar gedung baru Pasar Pagi, sebuah proyek yang tidak hanya berorientasi pada peningkatan aktivitas ekonomi, tetapi juga pada keindahan, keselamatan, dan aksesibilitas kawasan. Salah satu titik utama yang menjadi fokus adalah Gang Pandai, jalur penghubung vital antara pusat perdagangan dan Masjid Raya Darussalam Samarinda.
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Kota Samarinda, Marnabas Patiroy, menjelaskan bahwa pemerintah ingin memastikan setiap detail pembangunan tidak hanya berfungsi secara ekonomi, tetapi juga memiliki konsep tata ruang yang berkelanjutan dan manusiawi.
“Itu yang kita siapkan spacenya untuk mereka sekaligus untuk bongkar muat, karena pasti barang-barang itu kalau datang bisa berkali-kali, grosir-grosir di Pasar Pagi,” ujar Marnabas.
Menurutnya, desain kawasan Pasar Pagi telah dirancang agar sejalan dengan kebutuhan pedagang grosir yang memerlukan ruang logistik memadai. Di sisi lain, akses masyarakat juga tetap diperhatikan dengan adanya jalur yang ramah pejalan kaki serta ruang terbuka yang estetis.
Dua Pusat Ekonomi, Dua Karakter Pasar
Marnabas menuturkan bahwa penataan Pasar Pagi merupakan bagian dari rencana besar pemerintah dalam merevitalisasi dua pasar utama di Samarinda, yaitu Pasar Pagi dan Pasar Segiri.
“Ini kan sudah lama kita konsep untuk penataan Pasar Segiri. Pasar Segiri itu pasar terbesar di Kalimantan Timur dan beroperasi 24 jam, memasok bahan pokok ke daerah-daerah seperti Berau dan Kutai Timur. Kalau bahan makanan dan kebutuhan pokok di Segiri, sedangkan barang-barang kain dan pakaian itu di Pasar Pagi,” jelasnya.
Rencana ini akan berjalan bertahap. Setelah Pasar Pagi selesai dan mulai beroperasi penuh pada November mendatang, fokus pembangunan akan beralih ke Pasar Segiri.
“Pasar Pagi insyaallah bulan November ini sudah bisa digunakan. Setelah itu kita beralih lagi ke Segiri untuk memperbaiki,” kata Marnabas.
Khusus Pasar Pagi, pemerintah menetapkan konsep dua lantai agar aktivitas perdagangan tetap tertata. Lantai satu difungsikan untuk aktivitas eceran, sedangkan lantai dua disediakan bagi pedagang grosir bahan pokok seperti bawang merah, bawang putih, dan kebutuhan pokok lainnya.
“Konsepnya dua lantai saja, karena di situ kan grosir. Grosir bahan-bahan pokok seperti bawang merah, bawang putih, dan sebagainya itu bisa di lantai dua,” ungkapnya.
Selain bangunan utama pasar, Pemkot juga tengah menyiapkan penataan ulang Gang Pandai jalur kecil yang menjadi penghubung antara kawasan pasar dan Masjid Raya. Gang ini akan disulap menjadi lorong cantik yang fungsional, bukan hanya jalur penghubung tetapi juga ruang publik yang menarik secara visual.
“Jalan Pandai ini kita pastikan kasih akses mereka. Cuma kita juga mempertimbangkan karena dalam persyaratan bangunan bertingkat diperlukan jalur untuk Pemadam Kebakaran (PMK). Nah, itu yang kita siapkan spacenya juga untuk mereka, sekaligus untuk bongkar muat,” jelasnya.
Dengan konsep ini, pemerintah berupaya menciptakan kawasan pasar yang tidak semrawut, tetapi tertib dan aman bagi semua pengguna. Ruang bongkar muat akan diatur agar tidak mengganggu arus lalu lintas dan kegiatan warga sekitar.
“Karena ini kan barang-barang itu pasti bekoli-koli nanti datang. Grosir-grosir di Pasar Pagi itu perlu tempat bongkar muat yang aman dan tertib. Makanya diminta oleh Pak Wali supaya perencanaannya dibuat agar semuanya bisa terakomodasi,” ujarnya.
Yang tak kalah menarik, Pemkot Samarinda berencana menghadirkan lorong tematik dari kawasan Pasar Pagi menuju Masjid Raya. Lorong ini akan menjadi simbol harmoni antara aktivitas ekonomi dan spiritual masyarakat kota.
“Pak Wali menginginkan walaupun di situ ada mushola dan masjid kecil di atas, kita tetap berharap untuk lantai tiga ke bawah, salatnya di Masjid Raya. Maka kita buatkan jalur terdekat, lorong cantik menuju Masjid Raya,” ujar Marnabas.
Ia menambahkan, konsep lorong ini terinspirasi dari suasana kota-kota di Timur Tengah, dimana kehidupan ekonomi dan ibadah berjalan beriringan.
“Kita berharap ketika adzan berkumandang, pedagang dan masyarakat secara bergantian ke Masjid Raya. Seperti di Madinah, kalau azan semua pada tutup. Kita enggak bisa seperti itu, tapi seminya begitulah. Maka setiap lorong nanti akan kita lengkapi dengan pengeras suara,” ucapnya.
Ketika ditanya apakah jalur itu akan dibangun seperti jembatan penyeberangan orang (JPO), Marnabas menepis hal tersebut.
“Enggak, di bawah. Tetap lorongnya kan dulu memang ada, bagus, cantik, dan estetikanya juga ada. Jadi kalau mau foto-foto juga bisa di situ nanti,” ujarnya.
Rencana ini menjadi langkah penting Pemkot Samarinda dalam menghadirkan wajah baru kawasan perdagangan tradisional yang modern dan ramah bagi warga. Tidak sekadar memperbaiki infrastruktur pasar, tetapi juga menghidupkan kembali identitas kota yang religius dan berbudaya.
Konsep “lorong cantik” yang menghubungkan aktivitas perdagangan dengan ibadah mencerminkan visi Pemkot untuk membangun ruang publik yang inklusif, manusiawi, dan bernilai estetika tinggi.
Dalam pandangan Marnabas, keberhasilan revitalisasi ini tidak diukur dari megahnya bangunan, melainkan dari bagaimana ruang tersebut mampu menghidupkan interaksi sosial dan spiritual masyarakat.
“Kita ingin Pasar Pagi ini jadi tempat yang bukan cuma ramai jual beli, tapi juga nyaman, tertata, dan punya nilai. Orang datang bukan hanya untuk berdagang, tapi juga merasa bagian dari kehidupan kota yang indah,” pungkasnya.
(*)