Sebelum mengasumsikan penurunan penjualan karena resesi, brand harus menilai lanskap dan mengikuti dengan cermat perilaku konsumen untuk perubahan pola pengeluaran. Pergeseran kebiasaan belanja, misalnya, menciptakan peluang untuk pertumbuhan dalam kategori tertentu, seperti pada kosmetik ataupun makanan dan perhotelan.
Dan ketika konsumen menjadi lebih sensitif terhadap harga, brand perlu mengubah rencana media, dan bagaimana brand menyampaikan pesan, agar sesuai dengan perubahan konsumen. Pesan yang ramah akan situasi resesi dapat membantu memperkuat nilai brand dan membantu memastikan loyalitas konsumen setelah resesi.
Brand dan pengiklan yang ingin memaksimalkan potensi pertumbuhan kategori selama resesi harus berfokus pada analisis perilaku konsumen untuk mengoptimalkan pesan dan meningkatkan dampak belanja iklan mereka.
Menentukan pemotongan anggaran yang tepat
Terkadang pemotongan anggaran tidak bisa dihindari. Jika brand terpaksa harus menyesuaikan anggarannya, pastikan brand memotong biaya yang tepat, pada alokasi yang tepat, untuk memaksimalkan efektivitas sisa anggaran dan meminimalkan dampak negatif pada ROI brand.
Menarik kembali pembelanjaan media mungkin terlihat sebagai cara yang tepat untuk memotong biaya dan mencapai target keuangan, namun strategi ini memiliki efektivitas yang cukup rendah.
Studi Nielsen mengenai rencana media menunjukkan bahwa 25% dari investasi di level saluran justru terlalu tinggi untuk dapat memaksimalkan ROI yang ada. Dalam kelompok investasi ini, pengeluaran justru lebih besar 32%. Meskipun mengurangi pengeluaran dapat meningkatkan ROI di saluran tersebut, namun angkanya hanya 4% dan brand juga akan melihat volume penjualan yang berkurang secara signifikan karena penurunan penjualan yang didorong oleh iklan.
Beberapa brand mungkin melihat peningkatan promosi. Ketika konsumen mengurangi pembelanjaan sebagai solusi, namun strategi ini memiliki tantangan tersendiri. Promosi yang dilakukan secara rutin akan membentuk pola konsumen yang hanya berbelanja. Ketika ada promosi, yang berdampak pada penurunan penjualan ketika harga barang normal dan menurunkan margin.
ROI juga cenderung lebih rendah untuk promosi—45% lebih rendah daripada media, menurut marketing mix models Nielsen —karena hanya sebagian kecil dari penjualan promosi yang benar-benar bertahap, dan penjualan promo harus jauh lebih tinggi untuk menebus margin yang hilang.
Daripada bergantung pada promosi, brand perlu meningkatkan saluran mana yang perlu dikurangi atau dipotong dengan dampak yang minimal pada ROI. Jika hasil di satu saluran tidak memuaskan, akan lebih baik bagi brand untuk menghentikan pengeluaran sepenuhnya pada saluran tersebut dan mengalokasikan kembali pada saluran dengan metrik yang lebih baik dan potensi ROI yang lebih tinggi.
Terlepas dari strategi yang diambil oleh brand, entah itu campuran media atau alokasi anggaran, hal yang perlu diperhatikan adalah pembelanjaan pada anggaran akan lebih baik daripada tidak sama sekali.
Menurut Nielsen Marketing Mix Models, brand yang melakukan off-air dapat kehilangan 2% dari pemasukan jangka panjang untuk setiap kuartal, dan ketika brand tersebut kembali menggunakan strategi media, akan butuh waktu 3 sampai 5 tahun untuk memulihkan kerugian akibat downtime yang dilakukan. Dan keuntungan brand bukan hanya komponen yang merugi jika brand memotong pengeluaran medianya. Data Nielsen menunjukkan bahwa pemasaran menyumbang 10% sampai 35% dari ekuitas brand.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)