POJOKNEGERI.COM - Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan dua mantan direktur perusda PT MMPKT dan PT MMPH, rupanya sudah diusut Tim Pidsus Kejati Kaltim sejak setahun terakhir.
Dijelaskan Asisten Pidana Khusus Kejati Kaltim, Romulus Haholongan bahwa awal mula penyelidikan perkara dugaan pidana korupsi itu berawal dari laporan masyarakat pada 2022 kemarin.
“Dilakukan (penyelidikan) sejak 2022 dan Februari 2023 kita lakukan penahanan dan penetapan tersangka (AH dan LA). Ungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat,” ucap Romulus, Rabu (8/2/2023).
Lanjut dijelaskannya, perkara dugaan pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara mencapai Rp. 25.209.090.090 ini berbeda dari kasus serupa. Seperti dugaan korupsi yang terjadi di internal PT MGRM dengan tersangka Iwan Ratman.
“Ini kasus berdiri sendiri. Ini berbeda dari kasus Kukar Iwan ratman,” terangnya.
Pada perkara terbaru ini juga, Tim Pidsus Kejati Kaltim telah melakukan pemeriksaan terhadap belasan saksi untuk melengkapi berkas perkaranya.
Selain penetapan dua tersangka, penyidik pasalnya juga turut mengamankan sejumlah barang bukti seperti penyitaan aset tak bergerak milik kedua tersangka yang berada di Samarinda dan Balikpapan.
“Satu luasan tanah sekira 16 ribu hektare yang satunya rumah dan tanah. Barang bukti ini diduga dari hasil investasi tersebut,” imbuhnya.
Meski telah mendapatkan bukti, saksi dan tersangka pada kasus ini. Pasalnya penyidikan Kejati Kaltim tidak berhenti sampai di situ saja.
Romulus menekankan, kemungkinan bertambahnya tersangka pada kasus ini masih terbuka lebar. Tentunya jika didapati fakta dan bukti pengembangan penyidikan baru.
“Kita lihat perkembangan ke depan. Kita tangani dua ini dulu sementara. Jika ke depan ditemukan fakta-fakta baru maka kita akan selesaikan sampai tuntas,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, dua tersangka itu resmi ditetapkan Kejati Kaltim pada Selasa (7/2/2023) kemarin.
AH dan LA ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi pengelolaan keuangan pada PT MMPH. Penyertaan modal itu dilakukan pada medio 2014-2015 lalu. Bersumber dari keuangan PT MMPKT yang diturunkan kepada anak perusahaannya, PT MMPH.
Namun pemberian modal tersebut diketahui tanpa melalui proses kajian dan rencana kerja anggaran biaya (RKAB).
Penyaluran modal kerjasama investasi itu dirancang untuk pengerjaan tiga kegiatan pengembangan usaha.
Pertama, penyertaan moda di bidang man power supply. Kedua pembiayaan proyek kawasan bussiness park. Ketiga, pembangunan workshop dan SPBU di kilometer 4 Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Dikarenakan sejak awal sudah adanya permufakatan jahat dari dari para tersangka dalam pengelolaan keuangan yang memberikan pinjaman tanpa melalui suatu kajian, feasibility study, rencana dalam RKAB dan persyaratan lain yang diatur dalam aturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 25.209.090.090.
(redaksi)