“Kami membantu pelaku usaha di berbagai wilayah di Indonesia untuk menciptakan pusaran ekonomi baru di wilayah-wilayah yang selama ini bergantung kepada praktik ekonomi eksktraktif (pengelolaan sumber daya alam), misalnya pertambangan dan palm oil,” kata Inez.
Ia memberi contoh, misalnya, selama berdekade masyarakat dalam suatu daerah tersebut bekerja di perkebunan atau pertambangan. Jika pada daerah tersebut terdapat potensi dibangun sentra tanaman untuk komoditas yang tidak merusak hutan, maka Supernova Ecosystem dapat mendukung usaha tersebut.
“Saat ini kami fokus pada komoditas yang terbukti tahan terhadap situasi pandemi, yaitu kecantikan, kesehatan dan wellness. Kini kami memiliki delapan perusahaan dalam portfolio untuk melakukan bisnis secara B2B dan B2C, dengan berbagai komoditas, seperti ikan gabus dan tengkawang,” tambahnya.
Seluruh perusahaan dalam portfolio Supernova Ecosystem tentu didorong untuk melakukan praktik ESG.
“Kami tidak menampik bahwa pasar produk kecantikan, kesehatan dan wellness sangat besar di kawasan Jawa. Tetapi kami memiliki framework yang disebut value chain collaboration canvas yang memetakan dari hulu ke hilir yang mengidentifikasi proses added value dari komoditas ini dan secara perlahan kami tarik ke on site atau daerah” tambah Inez.
Misalnya, untuk usaha pengolahan ikan gabus yang letaknya di Sintang, sekitar 8 jam dari Pontianak, keluarannya hanya ikan salai, abon dan lainnya. Namun dengan bantuan mitra dari Supernova Ecosystem, ikan gabus ini dapat diekstraksi menjadi albumin yang dapat menyembuhkan luka lebih cepat, sehingga produknya memiliki harga dan margin yang lebih bagus.
“Kami terus mencari kisah sukses dari berbagai daerah untuk memperlihatkan bahwa ke depan, masyarakat bisa menjalankan usaha dengan praktik-praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan, dan bisa mempertahankan keseimbangan ekonomi komoditas lestari dengan komoditas ekstrakftif,” ujarnya.
(redaksi)