POJOKNEGERI.COM - Pemerintah terus menggalakkan penanaman modal atau investasi di bidang ekonomi hijau. Indonesia memang memiliki potensi besar dalam sektor ini.
Bank Indonesia memproyeksikan, potensi nilai investasi di sektor bisnis yang berkaitan dengan ekonomi hijau ini mencapai lebih dari 600 miliar dolar AS. Sejumlah sektor yang diprediksi bakal menjadi primadona investasi hijau pada tahun depan antara lain pengembangan energi baru terbarukan dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
Besarnya prospek ekonomi hijau ini memerlukan dukungan dari sektor lain, seperti sektor keuangan dan swasta.
Pasalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diperkirakan hanya mampu mendukung sekitar 34 persen kebutuhan investasi hijau. Tak mengherankan, jika dalam satu tahun terakhir, industri perbankan dan pembiayaan makin gencar menerbitkan instrumen investasi hijau dalam bentuk obligasi hijau (green bond).
Berdasarkan data industri perbankan nasional, per kuartal III 2022, sejumlah bank nasional tercatat telah menyalurkan lebih dari Rp 690 triliun kredit hijau.
Namun, ekonomi dan investasi hijau sejatinya tidak hanya berkaitan dengan sektor-sektor tersebut. Lebih luas lagi, ekonomi hijau adalah adalah proses pengembangan ekonomi yang tetap memperhatikan dampak lingkungan, seperti tingkat karbon di udara, efisiensi sumber daya alam, dan dampak sosial.
Ekonomi hijau berfokus pada proyek atau bisnis ramah lingkungan, yang pada praktiknya menerapkan konsep environmental, social, and governance (ESG) sehingga bisnis bisa tetap berkelanjutan dan mempertahankan dampaknya.
Sayangnya, di Indonesia, penerapan konsep ESG ini masih belum dipahami dan disadari pentingnya, terutama di tingkat usaha mikro, kecil, dan menengah. Padahal, menurut Inez Stefanie, Co-Founder Supernova Ecosystem, penerapan konsep ESG merupakan langkah awal agar sebuah usaha bisa menjalankan praktek bisnis sesuai dengan konsep ekonomi hijau, yakni berkelanjutan.
Kurangnya kesadaran penerapan prinsip tata kelola usaha yang baik itulah, menurut Inez, yang menjadi penghambat pelaku usaha di Indonesia ketika hendak naik tingkat mengembangkan bisnisnya.
“Banyak perusahaan yang praktik tata kelolanya kurang solid, akibatnya mereka sulit mendapatkan pendanaan (investasi) dari pihak lain.” Karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk mulai menerapkan prinsip tata kelola usaha yang baik demi menjaga keberlangsungan usahanya," ucapnya.