Namun saat ini, Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta ikut berperan sebagai pengawas pengoperasian Royal Ambarukmo. Pasalnya, bangunan ini termasuk dalam kategori bangunan cagar budaya.
Lokasi pernikahan Kaesang dan Erina ini memiliki bagian penting dari sejarah besar Yogyakarta. Melansir situsambarrukmo.com, sejarah Ambarrukmo berawal dari taman kerajaan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono V.
Tak selang lama, Ambarrukmo beralih fungsi menjadi pintu gerbang penyambutan tamu penting Kraton abad ke-18. Setelahnya, pintu gerbang ini disempurnakan menjadi Pesanggrahan Sultan Hamengku Buwono VII.
Secara khusus, terdapat 7 area di dalam kompleks Royal Ambarrukmo atau Kedhaton Ambarrukmo. Adapun ke-7 area tersebut yaitu Pendopo Agung, Ndalem Ageng, Bale Kambang, Gandhok, Pacaosan, dan Alun-alun.
Sekarang, Ambarrukmo menjadi kawasan yang terintegrasi dengan Hotel Bintang Lima, Hotel Bintang Empat, dan Pusat Perbelanjaan Modern.
Sementara itu, dilansir dari Harian Jogja, Pengajar Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI), Arif Suharsono, menjelaskan di masa silam, pendopo kerap dikaitkan dengan status sosial. Sebab, hanya segelintir orang yang mempunyai bangunan itu di muka rumahnya. Hanya pangeran dan orang kaya yang memiliki pendopo.
Menurutnya, secara umum letak pendopo yang dibuat di depan rumah utama bermakna sebagai keterbukaan orang Jawa terhadap sesama serta sebagai simbol persaudaraan. Pendopo biasanya digunakan untuk acara-acara umum dan pemilik rumah kerap mengadakan wedangan bersama tamu di tempat itu.