Urutan pertama, yakni Singapura dengan gaji Rp 75 juta perbulan, menyusul dibawahnya Malaysia, Thailand dan Kamboja. Untuk Malaysia, negeri Jiran tersebut mematok rata-rata upah buruh minimal sebesar Rp4,2 juta.
“Selain upah murah, pekerja juga selalu dihadapkan dengan sistem kerja yang tidak adil baik sebelum dan sesudah aturan Omnibuslaw diterapkan,” tegasnya.
Selama ini hak - hak normatif kaum buruh banyak dilanggar pengusaha. Namun tak ada sanksi yang diberikan. Bahkan pengawasan hanya sekedar formalitas semata. Padahal pelanggaran termasuk pidana.
Permasalahan lain itu adalah tak ada upah lembur diatas jam kerja 8 jam, keterlambatan gaji, phk sepihak, pemberangusan serikat, intimidasi serta kekerasan, lalu ketidakpastian jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja, dan lingkungan kerja yang tak cukup nyaman dan bersih.
Situasi itulah yang saat ini dihadapi kaum buruh. Hal itu diperparah dengan kooptasi manajemen perusahaan dan serikat buruh gadungan yang memanipulasi kesadaran buruh. Mereka bekerjasama untuk menekan upah buruh, dan menggenjot hasil kerja untuk keuntungan pemilik modal.
“Kaum buruh di setiap kota dan kabupaten tentu sedang menunggu keputusan Wali Kota atau Bupati untuk menetap UMK bisa lebih tinggi lagi. Semoga Kaum Buruh bisa kembali bangkit kesadarannya, dan pemerintah bisa mengakomodir kepentingan pekerja. Buruh Bersatu Tak Bisa Dikalahkan. Buruh Berkuasa Rakyat Sejahtera,” pungkasnya.
(Redaksi)