“Kami ingin memastikan bahwa suara kami didengar. Kami tidak ingin konstitusi yang telah dibangun dengan susah payah dilemahkan atau dimanipulasi untuk kepentingan tertentu,” ungkapnya.
Jumlah peserta dalam aksi ini diperkirakan mencapai antara 300 hingga 400 orang dan diperkirakan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Beberapa badan eksekutif mahasiswa juga terlibat, menambah kekuatan massa.
Mahasiswa yang terlibat dalam aksi ini tidak hanya membahas isu revisi UU Pilkada, tetapi juga mengajukan beberapa tuntutan penting. Yuga menguraikan ada enam poin utama tuntutan mereka sebagai berikut:
1. Menghentikan komersialisasi pendidikan
2. Menolak revisi Undang-Undang TNI dan Polri
3. Menyetujui RUU Masyarakat Adat
4. Menerapkan reforma agraria yang sejati 5.Menolak revisi Undang-Undang Penyiaran
6. Segera menuntaskan pelanggaran HAM, baik yang terjadi di masa lalu maupun masa kini.
Dalam aksi ini, beberapa mahasiswa tampak membakar poster sebagai bentuk kritik terhadap pemerintahan saat ini. Salah satu poster yang dibakar adalah dengan tulisan "Demagok" yang artinya gambar jenderal Eropa dari zaman dahulu, dengan label “Demagok,” yang dihubungkan dengan Presiden Jokowi. Tindakan ini merupakan bentuk protes simbolis yang menggambarkan penilaian mahasiswa bahwa pemimpin saat ini memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, mirip dengan perilaku yang dicontohkan oleh “Demagok” dalam sejarah.
Aksi ini juga diwarnai dengan orasi tentang pentingnya menjaga integritas konstitusi dan prinsip demokrasi. Para mahasiswa menekankan bahwa perubahan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat akan berdampak negatif pada masa depan demokrasi di Indonesia.
Sampai saat ini mahasiswa masih bertahan di depan gerbang Universitas Mulawarman untuk menyampaikan orasi.
(*)